Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Mengerti APBN [Bagian Tiga]

Redaksi
×

Mengerti APBN [Bagian Tiga]

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal itu bersesuian dengan perintah UUD 1945 Pasal 23A yang menyebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Target Penerimaan Perpajakan ditetapkan sebesar Rp1.444,5 triliun dalam APBN tahun 2021. Lebih rendah dari usulan RAPBN sebesar Rp1.481,9 triliun. Namun masih lebih tinggi sekitar 2,85% dari target tahun 2020 yang sebesar Rp1.404,5 triliun.

Pemerintah menjelaskan target penerimaan perpajakan telah disesuaikan dengan baseline di tahun 2020 yang mengalami tekanan berat di tengah pandemi. Dan jika target tercapai pun sebenarnya masih lebih rendah dari realisasi tahun 2018 dan 2019.

Sebelum pandemi Covid-19, penerimaan perpajakan cenderung meningkat. Hanya pernah turun pada tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya. Laju kenaikannya berfluktuasi. Kenaikan pada 2019 hanya sebesar 1,80%, terendah sejak tahun 2010. Setahun sebelumnya, pada 2018 terjadi kenaikan sebesar 13,04%. Kenaikan tahun 2018 merupakan dampak program tax amnesty yang dijalankan.

Penerimaan Perpajakan 2005-2021

(Sumber data: Kementerian Keuangan;2005-2019: LKPP; 2020: Perpres 72: APBN)

Capaian penerimaan perpajakan atas target pada era 2015-2019 secara rata-rata hanya sebesar 87,68%. Adanya program tax amnesty sempat membuat capaian meningkat menjadi 93,86% pada 2018. Namun kembali turun menjadi 86,55% pada tahun 2019.

Kecenderungan tidak mencapai target APBN juga dialami era 2010-2014, yang rata-rata sebesar 95,82%. Pada era 2009-2014 hampir mencapai target, yakni sebesar 99,57%. Dan cenderung sesuai target pada era 2000-2004, yang mencapai 100,19%.

Target dan Realisasi Penerimaan Perpajakan 2005-2021

(Sumber data: Kementerian Keuangan;2005-2019: LKPP; 2020: Perpres 72: APBN)

Salah satu yang menjadi perhatian dari soalan pajak adalah apa yang disebut rasio pajak (tax ratio). Rasio pajak pada dasarnya adalah perbandingan antara penerimaan pajak dengan besaran PDB pada tahun bersangkutan.

Dahulu yang sering dikemukakan oleh Pemerintah adalah rasio pajak yang memperhitungkan penerimaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tidak mencakup penerimaan bea masuk dan keluar, serta penerimaan cukai. Istilah itu kini disebut rasio pajak dalam arti sempit.

Kini yang biasa disajikan oleh dokumen Pemerintah adalah apa yang dikenal sebagai rasio pajak dalam arti luas. Yang diperhitungkan adalah seluruh penerimaan perpajakan ditambah dengan penerimaan Sumber Daya Alam. Penerimaan SDA itu sendiri dalam postur APBN tercatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Tax Ratio

(Sumber data: Kementerian Keuangan;2005-2019: LKPP; 2020: Perpres 72: APBN)

Rasio pajak dalam kedua pengertian itu cenderung turun selama beberapa tahun terakhir. Rasio pajak dalam arti sempit hanya sebesar 8,42% dari PDB pada tahun 2019. Sedangkan dalam arti luas mencapai 10,74%. Pandemi Covid-19 membuat proyeksi berdasar angka-angka APBN Perpres No.72/2020 dan APBN 2021 menurunkannya secara signifikan.