Ayat ini, setelah memberitahukan ragam kebaikan, di akhir ayat, Allah Swt menjelaskan itulah bentuk-bentuk ketakwaan (sifat-sifat kaum muttaqin).
Adapun hakikat ketakwaan yaitu melakukan ketaatan kepada Allah Swt dengan penuh keimanan dan mengharap pahala; baik yang berupa perintah atau larangan.
Kemudian perintah itu dilaksanakan atas dasar keimanan dengan perintah dan keyakinan akan janji-Nya, dan larangan ditinggalkan berlandaskan keimanan terhadap larangan tersebut dan dan takut akan ancaman-Nya.
Thalq bin Habib, seorang ulama dari kalangan generasi tabi’in berkata: “Bila terjadi fitnah maka bendunglah dengan takwa “.
Mereka berkata: “Apa yang dimaksud dengan takwa?”. Beliau menjawab: “Hendaknya engkau melakukan ketaatan kepada Allah Swt dengan dasar cahaya dari Allah Swt dan mengharap pahala-Nya.
Dan engkau tinggalkan maksiat dengan dasar cahaya dari Allah Swt dan takut terhadap siksa-Nya “.
Ibnul Qayyim memuji keterangan di atas dengan mengatakan : Ini adalah definisi takwa yang paling bagus. Beliau menjelaskan, bahwa semua praktek memiliki awal dan tujuan akhir.
Satu amalan tidak dianggap sebagai bentuk ketaatan dan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Swt kecuali apabila bersumber dari keimanan.
Artinya dorongan utama melakukan praktek tersebut adalah keimanan bukan kebiasaan, mengikuti hawa nafsu atau keinginan untuk mendapatkan pujian dan posisi. Jadi, awalnya adalah keimanan dan tujuan akhirnya adalah meraih pahala dari Allah Swt serta mengharap keridhaan-Nya atau yang disebut dengan ihtisab.
Oleh karena itu, banyak kita dapatkan kata iman dan ihtisab datang secara bersamaan seperti contoh berikut:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang puasa ramadhan dengan penuh keimanan (iman) dan mengharap pahala (ihtisab), maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.” (HR. Bukhari Muslim).
Manfaat Jangan Tolong Menolong dalam Dosa
Ulama mengatakan bahwa penggabungan kata al-birr dan at-taqwa dalam satu tempat (seperti ayat di atas) mengandung pengertian yang berbeda satu sama lain.
Dalam konteks ini, al-birr bermaka semua hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa ucapan dan perbuatan, lahir dan batin.
Sementara at-taqwa lebih mengarah ke tindakan menjauhi segala yang diharamkan. Makna al-itsmu dan al-‘udwân, pada dasarnya, pengertian antara al-Birru dan at-taqwa, al-itsmu dan al-‘udwan terikat pada hubungan yang kuat.
Masing-masing kata itu mengandung pengertian kata lainnya. Setiap dosa (al-itsmu) merupakan bentuk ‘udwan (tindakan melampaui batas) terhadap ketentuan Allah Swt, yang berupa larangan atau perintah. Dan setiap tindakan ‘udwan, pelakunya berdosa.