Dan engkau tinggalkan maksiat dengan dasar cahaya dari Allah Swt dan takut terhadap siksa-Nya “.
Ibnul Qayyim memuji keterangan di atas dengan mengatakan : Ini adalah definisi takwa yang paling bagus. Beliau menjelaskan, bahwa semua praktek memiliki awal dan tujuan akhir.
Satu amalan tidak dianggap sebagai bentuk ketaatan dan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah Swt kecuali apabila bersumber dari keimanan.
Artinya dorongan utama melakukan praktek tersebut adalah keimanan bukan kebiasaan, mengikuti hawa nafsu atau keinginan untuk mendapatkan pujian dan posisi. Jadi, awalnya adalah keimanan dan tujuan akhirnya adalah meraih pahala dari Allah Swt serta mengharap keridhaan-Nya atau yang disebut dengan ihtisab.
Oleh karena itu, banyak kita dapatkan kata iman dan ihtisab datang secara bersamaan seperti contoh berikut:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang puasa ramadhan dengan penuh keimanan (iman) dan mengharap pahala (ihtisab), maka diampuni semua dosanya yang telah lewat.” (HR. Bukhari Muslim).
Manfaat Jangan Tolong Menolong dalam Dosa
Ulama mengatakan bahwa penggabungan kata al-birr dan at-taqwa dalam satu tempat (seperti ayat di atas) mengandung pengertian yang berbeda satu sama lain.
Dalam konteks ini, al-birr bermaka semua hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa ucapan dan perbuatan, lahir dan batin.
Sementara at-taqwa lebih mengarah ke tindakan menjauhi segala yang diharamkan. Makna al-itsmu dan al-‘udwân, pada dasarnya, pengertian antara al-Birru dan at-taqwa, al-itsmu dan al-‘udwan terikat pada hubungan yang kuat.
Masing-masing kata itu mengandung pengertian kata lainnya. Setiap dosa (al-itsmu) merupakan bentuk ‘udwan (tindakan melampaui batas) terhadap ketentuan Allah Swt, yang berupa larangan atau perintah. Dan setiap tindakan ‘udwan, pelakunya berdosa.
Namun bila keduanya disebut bersamaan, maka masing-masing memiliki pengertian yang berbeda dengan yang lainnya.
Al-itsmu (dosa) terkait dengan perbuatan-perbuatan yang memang hukumnya haram. Misalnya, berdusta, zina, mencuri, minum khamer dan lainnya.
Contoh-contoh di atas merupakan perbuatan yang pada asalnya haram. Sehubungan dengan al-‘udwan, kata ini lebih mengarah pada suatu pengharaman yang disebabkan oleh tindakan melampaui batas. Bila tidak terjadi tindakan melampaui batas, maka diperbolehkan (halal).
Tindakan melampaui batas terbagi dua, pertama, terhadap Allah Swt, seperti melampaui batas ketentuan Allah Swt dalam pernikahan seperti: memiliki lima istri, atau menyetubuhi istri dalam masa haidh, nifas, waktu ihram atau puasa wajib.
Kedua, tindakan melampaui batas terhadap sesama. Misalnya, bertindak kelewat batas terhadap orang yang berhutang, dengan menciderai kehormatan, fisik atau mengambil lebih dari seharusnya.
Urgensi Ayat Jangan Tolong Menolong dalam Dosa
Dalam ayat ini Allah Swt memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan itulah yang disebut dengan albirr dan meninggalkan kemungkaran yang merupakan ketakwaan.
Dan Dia Azza wa Jalla melarang mereka saling mendukung kebatilan dan bekerjasama dalam perbuatan dosa dan hal haram.
Ibnul Qayyim menilai ayat di atas memiliki urgensi tersendiri. Beliau menyatakan: Ayat yang mulia ini mencakup semua jenis untuk kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat, baik antara mereka dengan sesama, atau dengan Rabbnya.
Sebab seseorang tidak luput dari dua kewajiban; kewajiban individualnya terhadap Allah Swt dan kewajiban sosialnya terhadap sesamanya. Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan seseorang dengan sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan, saling menolong dan persahabatan.