Perlawanan, perjuangan, bahkan penderitaan sejatinya menuliskan kisah indah. InsyaAllah, aku bertekad menjadi kader HMI seumur hidup. Selamat Milad HMI
AKU menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (FE UGM) pada pertengahan tahun 1984. Baru sebulan menjalani kehidupan kampus, telah didekati oleh beberapa mahasiswa kakak kelas. Mereka ternyata merupakan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Mereka secara persuasif mengajak mengikuti beberapa kegiatan. Salah satu yang menarik berupa ajakan acara makan-makan sambil diskusi. Pembicara diskusinya mengenalkan tentang HMI. Aku tertarik antara lain karena kemampuan berbicara yang sangat baik dari beberapa orang itu.
Sejak acara orientasi awal yang nanti kuketahui disebut Masa Perkenalan Calon Anggota (Maperca) itu, aku bergaul dengan para aktivis HMI. Beberapa kali mengikuti acara mereka berupa diskusi dan pengajian. Kemudian menjadi tahu bahwa penyebutan organisasinya adalah HMI Komisariat FE UGM, dan masih ada struktur yang lebih besar pada tingkat Universitas, kota dan nasional.
Setelah bergaul dan mengikuti satu dua kegiatan, aku diajak mengikuti suatu pelatihan yang disebut Basic Training (Batra). Rupanya untuk menjadi anggota HMI secara resmi harus mengikuti Batra yang diselenggarakan selama beberapa hari dan menginap di suatu lokasi. Aku pun mengikuti Batra dan dilantik sebagai anggota HMI pada Februari 1985.
Selama setahun berikutnya aktif dalam banyak kegiatannya. Selain pengajian dan diskusi, ada acara belajar bersama yang bersifat tutorial dari kakak kelas. Bagian yang paling kusukai dari aktivitas awal ber-HMI adalah suasana kekeluargaan yang sangat kental.
Kebetulan aku sendiri memang senang beraktivitas sosial, sehingga sering dilibatkan menjadi panitia. Aku menjadi panitia beberapa kegiatan, termasuk Maperca untuk mahasiswa baru satu Angkatan di bawahku. Mungkin karena dianggap rajin oleh para pengurus HMI Komisariat FE UGM, aku diangkat menjadi menjadi ketua Panitia Batra pada Februari 1986.
Kegiatan kali ini mematri pengalaman luar biasa bagiku. Nantinya aku tahu bahwa HMI cabang Jogjakarta aktif menentang pemaksaan asas tunggal bagi organisasi masa, sehingga pihak berwajib terus menerus mengawasi aktivitas HMI. Termasuk kegiatan Batra HMI Komisariat FE UGM.
Acara Batra dibubarkan secara paksa oleh aparat keamanan pada pagi hari setelah berlangsung sejak malam hari sebelumnya. Mereka beralasan kami tidak memiliki ijin acara. Aku dan dua pengurus HMI cabang dibawa ke markas Komando Distrik Militer (Kodim) untuk dimintai keterangan. Di sana, ternyata kami “dikurung” terlebih dahulu, tanpa penjelasan apa pun.
Ruang tahanan berukuran dua kali satu meter, berpintu besi dengan terali di bagian atasnya. Hanya ada ventilasi kecil pula di bagian atas satu dinding. Dalam ruangan yang terasa dingin itu, kami duduk berdekatan beralaskan tikar butut.