Scroll untuk baca artikel
Blog

Kegamangan Demokrasi di Tengah Riuhnya Polemik Agama

Redaksi
×

Kegamangan Demokrasi di Tengah Riuhnya Polemik Agama

Sebarkan artikel ini

Belum lagi hendak munculnya berbagai fenomena keyakinan baru, seperti kelompok Lia Eden, kelompok Gatafar, dan yang lainnya. Bagimana hal ini bisa menjamin setiap orangnnya untuk bebas beragama dalam situasi yang kompleks ini?. Dari segi etika politik sekurangnya dua pertanyaan berikut membutuhkan jawaban yang sangat mendalam. Pertama, pada ranah kemasyarakatan, bagiamana kebabasan beragama dan plurarisme dihormati tanpa jatuh ke dalam relativisme?.

Kedua , pada ranah kenegaraan, bagimana  negara hukum modern bersikap terhadap berbagai orientasi nilai di dalam masyarakat? Kita tahu jawaban yang diberikan akan bersifat normatif karena diberikan oleh sebuah etika  politis. Namun, kita tetap perlu menghitung kondisi faktual agar jawaban tetap realistis.

Dalam masyarakat kompleks seperti Indonesia sekurangnya dua ranah dapat dibedakan: ranah kemasyarakatan atau masyarakat warga yang hendak kita sebut sebaagai (civil society ), yakni hubungan horizontal di antara  kelompok-kelompok agama, dan ranah kenegaraan, yakni hubungan vertikal antara masyarakat warga dan ranah kenegaraan, yakni hubungan vertikal antara warga masyarakat dan negara.

Etika politik memberikan prinsip-prinsip untuk kedua rumah tersebut. Untuk hubungan horizontal itu perlu diperhatikan sekurang-kurangnya empat pokok pikiran. Di antaranya sebagai berikut:

Pertama, kebebasan beragama dalam masyarakat kompleks tidak bisa dijamin, jika keunikan tiap-tiap agama diabakan dengan sebuah pandangan dewasa ini yang sedang merajela, yaitu bagimana kaitanya dengan arti relativisme. Menurut pemahaman ini kebenaran itu hanya bersifat relatif, tergantung agama masing-masing.

Maka bisa  ditarik sebuah garis pemahamannya yang sangat sederhana bahwa semua agama sama benarnya. Yang di mana hari-hari ini sering kita maknai sebagai sebuah kekeliruan bahwa relativisme sebagai toleransi.

Pandangan ini justru sangat bertentangan dengan toleransi dan kemajemukan agama yang mengandalkan klaim kebenaran yang unik tiap agama yang membedakan agama satu dari yang lain. Relativisme bisa jatuh ke dalam absolutisme dengan mendesak agama-agama  lainnya untuk medesak klaim-klaim kebenaran mereka  yang memang berbeda-beda, sehingga relativisme tidak pluralis.

Tolarnsi tidak bisa dibangun dengan mengabaikan atau eleminasi perbedaan, melainkan justru dengan menerimanya. Prinsip etis hubungan antar agama di sini adalah saling respek kepada yang lain dalam keberlainanya. Masyarakat kita berciri multikultural dan telah terbiasa dengan pluralitas agama, misalnya dengan banyaknya  pasangan campur agama, pemukiman heterogen, dan berbagai bentuk sinskeretisme kultural.