Scroll untuk baca artikel
Kolom

Kohesi Anies dan Partai Politik

Redaksi
×

Kohesi Anies dan Partai Politik

Sebarkan artikel ini

Di Indonesia, kehadiran partai politik tidak bisa dilihat dan dimaknai secara hitam putih. Sebagai kekuatan politik yang mampu membentuk konstitusi, melahirkan para pemimpin nasional dan sistem yang secara masif menggerakan serta menentukan proses penyelenggaraan negara dan bangsa.

PARTAI politik tak ubahnya seperti sebuah keniscayaan. Kehadirannya menjadi kebutuhan dan begitu digandrungi oleh banyak kalangan, namun tak sedikit yang skeptis dan apriori melihat sikap dan tindak-tanduknya.

Rakyat terus mengalami pasang surut hubungannya dengan partai politik. Dari jaman ke jaman, dari pemilu ke pemilu dan dari satu partai politik ke partai politik yang lain. Rakyat seakan abadi menunggu dan menggantungkan nasibnya dengan kebijakan partai politik. Melalui kaki-kaki dan perpanjangan tangannya, nasib rakyat sangat ditentukan oleh kekuatan badan legislatif, eksekutif dan yudikatif yang selamanya menyusui pada partai politik.

Rakyat seakan kekal mengalami fase “trial and error” dari partai politik yang sejatinya berorientasi kekuasaan. Ada aksioma yang kuat terjadi dalam iklim sosial masyarakat kontemporer, politik itu untuk merebut kekuasaan, bukan untuk mengurus kemakmuran dan keadilan rakyat.

Pun demikian, rakyat seakan menikmati konser dari panggung politik yang dihelat partai politik saat menyajikan harapan, impian dan bahkan uthopia dari upaya mewujudkan negara kesejahteraan. Berjuta kampanye, agitasi dan propaganda termasuk kontrak politik dengan partai politik, menjadi sajian menu simalakama yang tak bisa dihindari rakyat.

Rakyat seperti lapar namun kenyang karena menelan mentah-mentah pepesan kosong dari janji-janji politik. Begitupun sebaliknya, rakyat merasa kenyang dengan perasaan dan jiwa yang penuh sesak dijejali asupan manipulasi dan kamuflase politik, tak urung kerapkali merasakan penghianatan dari penguasa yang memenangkan hati rakyat.

Memang ada sedikit pengecualian, meski menjadi minoritas, kaum pinggiran dan terseok-seok. Partai politik terkadang ikut membantu persalinan kebijakan dan beberapa pemimpin yang mampu menghilangkan dahaga rakyat akan capaian kelayakan hidup.

Kalaupun itu terjadi dan muncul di permukaan, maka bisa dipastikan akan ada pengawasan dan kontrol yang kuat dan mengikat, bahwasanya tidak ada personifikasi dan insitusional yang tidak dalam pengaruh dan kehendak partai politik. Pada fase ini banyak tokoh dan pemimpin partai politik tidak bisa menjadi dirinya sendiri dan tergadai oleh mekanisme partainya.

Pendiri dan kader termasuk petugas partai politik, seperti mengalami nasib yang sama dengan rakyat saat bersentuhan sekaligus menjalankan roda pemerintahan dan program-program pro rakyat. Ada pseudo demokrasi dan oligarki yang mencengkeram dan membelenggu aspirasi rakyat.

Ada parade hawa nafsu yang menjelma menjadi sistem yang menyuburkan kerakusan dan keserakahan pada harta dan jabatan. Rangkaian sistem yang kuno dan klasik yang menamai dirinya dengan kapitalisme dan komunisme global, semakin digdaya pada modernitas dan mampu membonsai Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.

Bukan ideal Tapi Mampu Merangkul

Sebagai seorang figur pemimpin yang terus bertumbuh dengan prestasi dan apresiasi publik. Anies kian kemari terus menuai harapan sekaligus dukungan sebagian besar rakyat. Keinginan dan kehendak rakyat, seolah ingin menasbihkan Anies sebagai presiden dalam perhelatan pilpres 2024.

Sebuah dinamika demokrasi yang patut mendapatkan respek dari semua pihak, karena mau menempuh mekanisme formal dan normatif. Terbersit, dari pilihan mengikuti konstestasi ajang transisi kekuasaan itu, menegaskan Anies sebagai pemimpin yang taat konstitusi termasuk tunduk pada aturan UU pemilu.