KUNCI kesuksesan menurut islam adalah sesuatu hal yang telah diwujudkan dalam hal kebaikan dan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sedangkan arti kesuksesan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesuksesan adalah keberhasilan atau keberuntungan.
Kesuksesan bukan sekadar diukur seberapa tinggi jabatan yang diduduki, bukan pula banyaknya harta. Akan tetapi kesuksesan adalah mereka yang mampu ikhlas dan tawakal kepada Allah.
Berikut ini Barisanco menyajikan kisah menarik dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tentang rahasia kunci kesuksesan dalam menjalani kehidupan ini untuk masa depan.
Pada suatu hari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani ditanya muridnya Syekh Muhammad bin Qaid Al Awani tentang bagaimana membuka kunci kesuksesan hidup.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani lantas menjawab pertanyaan muridnya yakni bahwa dirinya menjunjung nilai-nilai kejujuran.
Kejujuran harus dipegang, sebagaimana Nabi Muhammad Saw sejak kecil senantiasa bersikap jujur. Bahkan saat dewasa dan menjadi pedagang, ilmu tentang kejujuran ia terapkan. Nabi dalam berdagang tidak pernah menipu dengan cara mengurangi takaran atau ukuran, ketika barang itu baik maka ia akan bilang baik begitu juga sebaliknya.
Sementara itu, kisah Syekh Abdul Qadir al-Jailani selamat dari perbuatan jahat para perampok saat ia dalam perjalanan menuntut ilmu ke Baghdad lantaran kejujurannya.
Adapun kisah Syekh Abdul Qadir al-Jailani dengan para perampok tentang kunci kesuksesan diceritakan kepada muridnya:
Semasa kecil, Syekh Abdul Qadir al-Jailani meminta izin kepada ibunya untuk menuntut ilmu ke Baghdad. Ibunya memberikan izin dan memberikannya uang sebagai bekal dalam perjalanan menuju Baghdad.
Ibu Syekh Abdul Qadir al-Jailani memberikan uang sebesar empat puluh dinar. Uang tersebut oleh ibunya diselipkan di lipatan pakaian di bawah ketiak Syekh Abdul Qadir. Sang Ibu berpesan kepada Syekh Abdul Qadir dalam keadaan apapun untuk senantiasa jujur.
Syekh Abdul Qadir pun kemudian berangkat dengan rombongan kecil yang hendak menuju Baghdad. Sesampainya di wilayah Hamdan, rombongan dihadang kawanan perampok. Lalu para perampok merampas semua harta benda orang-orang yang akan berangkat ke Baghdad.
Giliran Syekh Abdul Qadir al-Jailani, perampok mendekatinya. Kemudian perampok tersebut menanyakan tentang harta benda yang dibawanya. Sebagaimana pesan ibunya untuk senantiasa jujur, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menjawab bahwa ia membawa uang empat puluh dinar.
Syekh Abdul Qadir pun menunjukan letak di mana uangnya disimpan. Namun perampok meragukan jawaban Syekh Abdul Qadir yang masih kecil dan menganggapnya hanya sebagai candaan.
Perampok lain pun bertanya kepada Syekh Abdul Qadir menanyakan hal yang sama, Syekh Abdul Qadir tetap memberikan jawaban yang sama.
Hingga kemudian para perampok itu mengadu pada pemimpinnya. Pimpinan perampok lantas menghampiri Syekh Abdul Qadir dan menanyakan tentang harta yang dibawanya. Syekh Abdul Qadir pun kembali menjelaskan bahwa dirinya membawa uang empat puluh dinar yang diletakan di lipatan baju.
Pimpinan perampok itu lantas merobek jahitan baju yang berada di bawah ketiak Syekh Abdul Qadir dan mendapati uang sebesar empat puluh dinar itu.
Pimpinan perampok terheran-heran. Lantas pemimpin perampok tersebut bertanya kepada Syekh Abdul Qadir, “Apa yang membuatmu berterus terang tentang harta yang kamu bawa?”
Syekh Abdul Qadir pun menjawab bahwa ia teringat pesan sekaligus janji pada ibunya agar selalu jujur.
Mendapati jawaban Syekh Abdul Qadir, pimpinan perampok merasa malu dan langsung tersungkur dan menangis. Ia pun langsung menyatakan tobat atas perbuatannya.