Scroll untuk baca artikel
Blog

Me-muda-kan Pengertian Pancasila

Redaksi
×

Me-muda-kan Pengertian Pancasila

Sebarkan artikel ini

Oleh: Syaiful Rozak*

BARISAN.CO – Pada 28 November lalu, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) memberikan Anugrah Cendikia Cipta Pradana Tahun 2020 kepada Yudi Latif.

Anugerah tersebut diberikan kepada tokoh pendidikan yang memiliki pandangan, pemikiran, dan komitmen dalam mendedikasikan dirinya untuk pembangunan di bidang pendidikan.

Yudi Latif selain dikenal sebagai tokoh pendidikan, adalah seorang dosen, aktivis dan cendikiawan muslim yang konsen pada pemikiran keagamaan dan kenegaraan. Salah satu buku terkenalnya adalah “Negara Paripurna; Historisitas, Rasionalitas dan Aktualisas Pancasila”.

Pada tahun 2017 beliau dipercaya Presiden Jokowi sebagai Kepala Pelaksana Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Namun setahun kemudian beliau memutuskan untuk mengundurkan diri. UKP-PIP kemudian berubah menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (PBIP).

Dalam Negara Paripurna karya Yudi Latif, Pancasila itu dirumuskan oleh para pendiri bangsa melalui perenungan yang panjang dan diskusi yang matang.

Dalam pergolakan pemikiran yang panjang itu, akhirnya bangsa Indonesia telah bersepakat menetapkan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila merupakan sebuah konsensus nasional. Dengan demikian, posisi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara itu bersifat final.

Ironisnya, Pancasila seakan hanya jadi hiasan dinding sekolah-sekolah, kantor balai desa dan universitas-univertas. Lambang Pancasila begitu gagah menyilaukan mata, tapi generasi bangsa tidak bangga dengannya. Teks-teks Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah, tapi ia tidak benar-benar hidup didalam masyarakat Indonesia.

Ditengah pandangan dunia yang serba materialistik dan kapitalistik, tidak ada salahnya jika kita sedikit menengok kebelakang, menggali kearifan lama budaya bangsa.

Dalam sila pertama, ada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam sila itu, para pendiri bangsa seolah hendak mengajarkan kita untuk menomorsatukan Tuhan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuhan yang transenden tidak bisa didekati semata-mata dengan hal yang material.

Manusia modern terjebak dalam sikap individualisme dan liberalisme. Manusia merasa bebas melakukan apa saja yang disukainya dengan dalih kebebasan. Manusia saling tindas satu sama lain. Padahal itu sangat ditentang oleh para pendiri bangsa.

Individualisme telah cacat dalam kajian filosofis sedang liberalisme itu tidak sesuai dengan karakter budaya bangsa. Kemanusiaan dalam Pancasila adalah kemanusiaan universal. Kemanusiaan yang menembus batas negara, agama dan kebudayaan.