Scroll untuk baca artikel
Kesehatan

Melawan Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa

Redaksi
×

Melawan Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang dengan Gangguan Jiwa

Sebarkan artikel ini

Orang dengan gangguan jiwa yang parah 10 kali lebih mungkin menjadi korban kejahatan kekerasan daripada masyarakat umum lainnya.

BARISAN.CO – Stigma terhadap penyakit mental bukan sesuatu yang baru. Marginalisasi penderita gangguan jiwa telah berlangsung selama ribuan tahun lalu. Keyakinan awal tentang penyakit mental, misalnya kerasukan setan, sihir, dan murka dewa yang berakibat dengan reaksi ketakutan, ketidakpercayaan, serta diskriminasi.

Berdasarkan data Our World in Data, di tahun 2017 lalu, diperkirakan jumlah orang dengan gangguan kesehatan mental di dunia sebanyak 792 juta jiwa. Sedangkan, di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat, selama pandemi ada 277 ribu orang dengan gangguan mental atau naik 80 ribu daripada tahun 2019.

Seseorang yang mengidap penyakit mental sering digambarkan dengan kekerasan, tidak terduga, atau berbahaya. Penggambaran tidak akurat ini sering digambarkan di media. Mengutip American Psychiatric Association, sebuah penelitian pada April 2020, melihat contoh dari film popular Joker yang menggambarkan karakter utama sebagai orang dengan penyakit mental yang kejam.

Studi itu menemukan adanya hubungan antara menonton film dengan tingkat prasangka yang lebih tinggi terhadap mereka yang memiliki penyakit mental. Penelitian tersebut menyebut karakter Joker dapat memperburuk stigma diri bagi mereka yang memiliki penyakit mental akibat terlambat mencari bantuan.

Faktanya, hanya 3-5 persen dari tindakan kekerasan dapat dikaitkan dengan individu penyakit mental yang serius. Justru, orang dengan gangguan jiwa yang parah 10 kali lebih mungkin menjadi korban kejahatan kekerasan daripada masyarakat umum lainnya.

Banyak orang dengan gangguan penyakit mental tidak menerima bantuan. Di antara mereka, menghindar atau menunda mencari pengobatan karena khawatir diperlakukan berbeda bahkan takut kehilangan mata pencahariannya akibat stigma, prasangka, dan diskriminasi.

Dampak Stigma Gangguan Penyakit Mental

Sebuah editorial di Lancet mengungkapkan dampak stigma meluas hingga memengaruhi antusiasme politik, penggalangan dana dan ketersediaan amal, dukungan layanan lokal, dan kurangnya dana penelitian untuk kesehatan mental ketimbang dengan kondisi kesehatan lainnya.

Beberapa efek berbahaya lainnya dari stigma, ialah isolasi sosial; kurangnya pengertian dari keluarga, teman, rekan kerja, dan orang lain; lebih sedikit kesempatan bekerja, sekolah, berkegiatan sosial, atau kesulitan mencari tempat tinggal; penindasan, kekerasan fisik, atau pelecehan; asuransi kesehatan yang tidak cukup menutupi perawatan penyakit mental, serta keyakinan tidak akan berhasil pada tantangan tertentu atau Anda tidak dapat memperbaiki situasi diri sendiri.