2. Memiliki kompas moral
Seorang negarawan bukanlah ‘relativis’. Maksudnya kebijakan didasari atas kumpulan pendapat yang diserap tanpa adanya sikap sebagai barometer berdasarkan moral yang ia miliki dan jadikan acuan. Integritaslah yang mengendalikan kompas tersebut. Bukan popularitas atau konektifitas.
Apa yang menjadi sebuah kesepakatan dan sesuai menurut aturan menjadi prioriras. Janji kampanye dibuat bukan untuk strategi mendulang suara. Tapi sebagai dasar visi untuk membangun negara bersama.
3. Memiliki visi
Seorang negarawan memiliki visi yang jelas tentang akan menjadi apa negara dan rakyatnya. Dia tahu ke mana dia ingin membawa mereka dan apa yang diperlukan untuk sampai ke sana.
Pandangan ke depan seorang negarawan adalah salah satu kualitasnya yang paling penting , karena ia harus mampu mengenali masalah dan mampu menghasilkan solusi yang baik tidak hanya untuk jangka pendek, tetapi untuk jangka panjang.
4. Kemampuan membangun konsensus untuk mencapai visi
Seorang politisi mungkin memiliki landasan prinsip, kompas moral, dan visi, tetapi jika ia tidak memiliki kemampuan untuk membangun konsensus di sekitar visinya, upayanya untuk mengubah kebijakan, hukum, dan jalannya sejarah sebagian besar akan terikat dengan “deal-deal” sebelum dirinya menerima dukungan partai atau kelompok.
Seorang negarawan, yang lagi-lagi merupakan pemimpin berpikiran merdeka, mengajak secara sadar dan penuh semangat kebersamaan mendukung insiatif dan gagasannya.
Kemampuannya membangun konsensus mewujudkan visi, bekerja sama, berkolaborasi dikomunikasikan dengan baik. Setiap ide dan gagasan dibangun melalui narasi positif dan bebas dari kepentingan yang tidak memihak kepada rakyat yang dipimpinnya.
Itulah mengapa seorang negarawan menjadikan nilai perjuangan dan kerelawanan sebagai bagian dari “kendaraan” utamanya mengelola kepemimpinan. Ia bukan saja mampu memimpin negara, tapi menginspirasi dan menggerakkan. [Luk]