Scroll untuk baca artikel
Blog

Mencermati Pejabat Kepala Daerah

Redaksi
×

Mencermati Pejabat Kepala Daerah

Sebarkan artikel ini

Potensi Masalah

Dari sisi peraturan perundangan, pengangkatan Pj Kepala Daerah cukup kuat. Tetapi secara legitimasi politik, bisa lemah karena Pj Kepala Daerah bukan dipilih secara langsung oleh rakyat ataupun DPRD,   melainkan diangkat  oleh pemerintah pusat. Lemahnya legitimasi politik dari rakyat dan DPRD terhadap Pj Kepala Daerah,  dapat menjadi kendala serius bagi Pj Kepala Daerah saat melaksanakan fungsi komunikasi dan koordinasi dengan DPRD maupun berbagai institusi politik dan sosial di daerah.

Meskipun pihak Kemendagri menjamin proses pengisian dan pelaksanaan Pj Kepala Daerah tidak ada masalah dengan berbekal pengalaman sebelumnya, namun demikian bukan berarti hal serupa akan secara otomatis berlaku serupa di masa depan. Hal ini  terutama disebabkan masa jabatan Pj Kepala Daerah cukup lama. Tergantung masa akhir jabatannya.  Bahkan bisa hampir menembus dua tahun.

Lamanya masa jabatan Pj Kepala Daerah memaksa Kemendagri  mempersiapkan dan menyeleksi Pj Kepala Daerah secara lebih profesional, transparan dan akuntabel.  Apalagi jika Pj Kepala Daerah tersebut harus diambil dari pejabat di lingkungan Kemendagri.  Harus dihindari kemungkinan terjadinya kerawanan intervensi,  politisasi, jual beli jabatan, dan sebagainya. Dan mengangkat Pj Kepala Daerah yang tidak kompeten, tidak memiliki kapasitas, kapabilitas dan akseptabilitas.

Selain itu, sebagai dampak cukup lamanya Pj Kepala Daerah memangku masa jabatan, Pj Kepala Daerah diperkirakan akan menghadapi  berbagai dinamika, masalah dan tantangan baru. Yang memaksanya harus  mengambil keputusan dan kebijakan baru dan berpotensi berbeda dengan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Kepala Daerah sebelumnya.

Masalahnya, jika mengacu surat kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor  K.26-30/V.100-2/99 tanggal 19 Oktober 2015, Pj atau Pjs Kepala Daerah banyak larangan atau pembatasannya. Hal ini bisa menjadi dilema dan problem serius bagi Pj Kepala Daerah. Padahal, sekalipun sebagai Pj Kepala Daerah, tentu tidak ingin bekerja hanya bagaikan bak stempel dan sekadar merampungkan sisa masa jabatan tanpa kreasi dan inovasi yang lebih berkualitas.

Selama ini terkadang pemerintah pusat dianggap kurang mampu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Sehingga terdapat sejumlah kebijakannya tidak berjalan  atau mendapat penolakan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Melalui instrumen pengangkatan Pj Kepala Daerah dari pusat, problem komunikasi dan koordinasi diharapkan bisa diatasi.

Dengan pengangkatan Pj Kepala Daerah oleh pemerintah pusat, apakah problem komunikasi antara pusat dengan daerah, bakal lenyap? Belum tentu. Kemungkinan terjadinya miskomunikasi dan miskoordinasi  akan terulang. Hal ini terutama akan terjadi  manakala pemerintah pusat tidak memperbaiki pola dan kualitas komunikasinya.  Jadi, pengangkatan Pj Kepala Daerah oleh pemerintah pusat belum secara otomatis menjamin komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah,  mulus dan berkualitas.

Antisipasi dan Solusi

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan gegara banyaknya  daerah dipimpin oleh Pj Kepala Daerah paska 2022 dan 2023 hingga terpilihnya Kepala Daerah definitif pada 2024, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, melakukan kajian komprehensif mengenai berbagai peraturan perundangan terkait. Terutama menyangkut larangan Pj Kepala Daerah dalam mengambil kebijakan strategis. Jangan sampai karena banyaknya larangan, membuat kinerja Pj Kepala Daerah disfungsional.