Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Opini

Mencermati Pejabat Kepala Daerah

:: Opini Barisan.co
23 Mei 2021
dalam Opini
Mencermati Pejabat Kepala Daerah
Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

Oleh: Achmad Fachrudin *

DPR dan  pemerintah memutuskan menunda Pilkada 2022 dan 2023 dan baru akan digelar  bersamaan Pemilu Serentak 2024.  Untuk menghindari terjadinya kekosongan kekuasaan (vacuum of power) cukup lama, daerah yang masa jabatannya berakhir di 2022 dan 2023 akan diisi oleh Pejabat (Pj) Kepala Daerah.  Meskipun Kementerian Dalam Negeri  (Kemendagri) menjamin roda pemerintahan daerah akan berjalan normal. Tetapi  sejumlah potensi problem krusial tetap membayangi dan harus diwaspadai.

Berdasarkan data yang tersedia, paska tiadanya Pilkada Serentak di 2022 dan 2023,  akan ada 272 daerah dari 548  daerah akan dipimpin oleh Pj Kepala Daerah. Sementara masa jabatannya Pj Kepala Daerah cukup lama. Bila pada Pilkada 2020 petahana harus cuti selama 71 hari.  Kini, kekosongan pemimpin lokal definitif, cukup lama.Tergantung masa akhir jabatannya.  Bahkan ada bisa yang mencapai sekitar 20 bulan.  

Selain itu, jumlah Pj Kepala Daerah yang harus diangkat Kemendagri, cukup banyak. Hal ini mengingat di  Pilkada 2022  diikuti 101 daerah yakni 7 provinsi, 18 kota, dan 76 kabupaten. Sementara pilkada 2023  diikuti 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115.

BACAJUGA

Anggota Bawaslu DKI Achmad Fachrudin Minta Idul Adha Dimaknai Secara Simbolik, Transendensi dan Humanisasi

Anggota Bawaslu DKI Achmad Fachrudin Minta Idul Adha Dimaknai Secara Simbolik, Transendensi dan Humanisasi

11 Juli 2022
Diawali Santap Siang Semur Jengkol KPU DKI dan Bawaslu DKI Lakukan Koordinasi

Diawali Santap Siang Semur Jengkol KPU DKI dan Bawaslu DKI Lakukan Koordinasi

21 Juni 2022

Ini artinya, untuk Pj Gubernur, Pemerintah Pusat harus menyiapkan 24 orang, dengan ratusan lainnya untuk Pj Walikota dan Pj Bupati. Mungkin karena cukup banyaknya Pj Gubernur yang harus diangkat, Kemendagri mempertimbangkan kemungkinan Pj Gubernur  dari Sekretaris Daerah (Sekda).

Dimensi pengaturan

Mengacu UU No. 10 tahun 2016 tentang Pilkada dan UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,  jika ada Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang mangkat atau melakukan cuti untuk kampanye, daerah tersebut akan  dipimpin oleh Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur, Bupati atau Walikota.

Sebutan atau istilah Pjs berlaku bagi pejabat yang cuti karena kampanye. Sedangkan yang habis masa jabatannya, disebut dengan Pj Kepala Daerah. Dalam proses pengangkatan Pjs selama ini,  untuk posisi gubernur, diangkat  dari pejabat Kementrian yang kepangkatannya sudah memenui syarat (eselon 1). Sedangkan  pejabat Pemprov (eselon 2) untuk Pj Bupati atau walikota.  

Adapun tugas dan wewenangnya, sebagaimana diatur Peraturan Mendagri No. 1 Tahun 2018 tentang  Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 74 Tahun 2016 Tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara bagi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Wali Kota Pasal  9 poin (1) menyebutkan, memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat, memfasilitasi penyelenggaraan Pilkada yang definitif serta menjaga netralitas pegawai negeri sipil.

Selain itu, Pjs  melakukan pembahasan rancangan Perda dan dapat menandatangani Perda setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri, serta melakukan pengisian pejabat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri. Pjs juga mempunyai tugas menjalankan kebijakan strategis yang telah ditetapkan pemerintah. Antara lain menjalankan upaya penanggulangan penyebaran Covid-19. Pjs dapat mengambil langkah-langkah yang sinergis serta penegakan hukum protokol kesehatan Covid-19, serta penanganan dampak sosial dan ekonomi di daerah.

Pengaturan lainnya, sebagai disebutkan pada surat kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor  K.26-30/V.100-2/99 tanggal 19 Oktober 2015, Pj Kepala Daerah dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut: mutasi pegawai, melakukan perjanjian yang telah dikeluarkan oleh pejabat sebelumnya ada/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya,  membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya, dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Potensi Masalah

Dari sisi peraturan perundangan, pengangkatan Pj Kepala Daerah cukup kuat. Tetapi secara legitimasi politik, bisa lemah karena Pj Kepala Daerah bukan dipilih secara langsung oleh rakyat ataupun DPRD,   melainkan diangkat  oleh pemerintah pusat. Lemahnya legitimasi politik dari rakyat dan DPRD terhadap Pj Kepala Daerah,  dapat menjadi kendala serius bagi Pj Kepala Daerah saat melaksanakan fungsi komunikasi dan koordinasi dengan DPRD maupun berbagai institusi politik dan sosial di daerah.

Meskipun pihak Kemendagri menjamin proses pengisian dan pelaksanaan Pj Kepala Daerah tidak ada masalah dengan berbekal pengalaman sebelumnya, namun demikian bukan berarti hal serupa akan secara otomatis berlaku serupa di masa depan. Hal ini  terutama disebabkan masa jabatan Pj Kepala Daerah cukup lama. Tergantung masa akhir jabatannya.  Bahkan bisa hampir menembus dua tahun.

Lamanya masa jabatan Pj Kepala Daerah memaksa Kemendagri  mempersiapkan dan menyeleksi Pj Kepala Daerah secara lebih profesional, transparan dan akuntabel.  Apalagi jika Pj Kepala Daerah tersebut harus diambil dari pejabat di lingkungan Kemendagri.  Harus dihindari kemungkinan terjadinya kerawanan intervensi,  politisasi, jual beli jabatan, dan sebagainya. Dan mengangkat Pj Kepala Daerah yang tidak kompeten, tidak memiliki kapasitas, kapabilitas dan akseptabilitas.

Selain itu, sebagai dampak cukup lamanya Pj Kepala Daerah memangku masa jabatan, Pj Kepala Daerah diperkirakan akan menghadapi  berbagai dinamika, masalah dan tantangan baru. Yang memaksanya harus  mengambil keputusan dan kebijakan baru dan berpotensi berbeda dengan kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Kepala Daerah sebelumnya.

Masalahnya, jika mengacu surat kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor  K.26-30/V.100-2/99 tanggal 19 Oktober 2015, Pj atau Pjs Kepala Daerah banyak larangan atau pembatasannya. Hal ini bisa menjadi dilema dan problem serius bagi Pj Kepala Daerah. Padahal, sekalipun sebagai Pj Kepala Daerah, tentu tidak ingin bekerja hanya bagaikan bak stempel dan sekadar merampungkan sisa masa jabatan tanpa kreasi dan inovasi yang lebih berkualitas.

Selama ini terkadang pemerintah pusat dianggap kurang mampu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Sehingga terdapat sejumlah kebijakannya tidak berjalan  atau mendapat penolakan dari pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Melalui instrumen pengangkatan Pj Kepala Daerah dari pusat, problem komunikasi dan koordinasi diharapkan bisa diatasi.

Dengan pengangkatan Pj Kepala Daerah oleh pemerintah pusat, apakah problem komunikasi antara pusat dengan daerah, bakal lenyap? Belum tentu. Kemungkinan terjadinya miskomunikasi dan miskoordinasi  akan terulang. Hal ini terutama akan terjadi  manakala pemerintah pusat tidak memperbaiki pola dan kualitas komunikasinya.  Jadi, pengangkatan Pj Kepala Daerah oleh pemerintah pusat belum secara otomatis menjamin komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah Daerah,  mulus dan berkualitas.

Antisipasi dan Solusi

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan gegara banyaknya  daerah dipimpin oleh Pj Kepala Daerah paska 2022 dan 2023 hingga terpilihnya Kepala Daerah definitif pada 2024, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, melakukan kajian komprehensif mengenai berbagai peraturan perundangan terkait. Terutama menyangkut larangan Pj Kepala Daerah dalam mengambil kebijakan strategis. Jangan sampai karena banyaknya larangan, membuat kinerja Pj Kepala Daerah disfungsional.

Kedua, perlu sosialisasi peraturan perundangan yang mengatur Pj Kepala Daerah bagi berbagai  pemangku kepentingan. Terutama pada daerah yang akan dijabat Pj Kepala Daerah. Hal ini diperlukan agar terjadi kesamaan pemahaman mengenai fungsi, peran dan wewenang Pj Kepala Daerah. Selain untuk tetap memelihara stabilitas dan kondusivitas masyarakat yang akan dipimpin oleh Pj Kepala Daerah.

Ketiga, kandidat Pj Kepala Daerah harus dipersiapkan dengan matang. Jangan asasl comot dan droping. Sebab  bisa saja kultur birokrasi dan masyarakat lokal berbeda dengan latar belakang kultur  Pj Kepala Daerah yang diangkat oleh pemerintah pusat. Sangat bagus manakala calon-calon Pj Kepala Daerah sejak sekarang diperkenalkan dan dikondisikan ke publik untuk mendapatkan respon  dan umpan balik (feed back) kritis dan konstruktif

Keempat,  beberapa bulan lalu, muncul gagasan dari Direktur Jenderal Otonomi Daerah Dalam Negeri Akmal Malik yang akan mengangkat Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai Pj Walikota atau Bupati.  Sebelumnya di lingkungan kepolisian sudah ada preseden ketika Komisaris Jenderal M. Iriawan dilantik sebagai Pj Gubernur Jawa Barat oleh Mendagri Tjahjo Kumolo pada 2018. Apakah rencana pengangkatan Sekda sebagai PJ Kepala Daerah dan preseden pengangkatan petinggi kepolisian menjadi Kepala Daerah akan diwujudkan? Tentu memerlukan kajian mendalam.

Kelima,  bagi elemen penggiat demokrasi, akademisi dan pemerhati masalah politik dan birokrasi lokal, adanya Pj Kepala Daerah yang menjabat dalam kurun waktu cukup lama menatang untuk dilakukan  pengkajian serius dalam berbagai aspeknya.  Hal ini mengingat cukup banyak potensi masalah di  balik banyaknya Pj Kepala Daerah diangkat tanpa melalui Pilkada. Yang bisa jadi pemerintah pusat belum membayangkan dan potensi dan kompleksitas masalah dan implikasinya. 

Diatas semua, harapannya agar  muncul dan hadirnya Pj Kepala Daerah yang bakal mengisi pos penting di 272 daerah di Indonesia paska berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah pada 2022 dan 2023 hingga berakhir Pilkada 2024, benar-benar diisi oleh pejabat yang credible, profesional,  berintegritas, mengenal dan dikenal daerahnya.   Bukan semata karena aturan memberi peluang bagi pemerintah pusat untuk mengisi kursi lowong pemimpin lokal yang masa jabatannya berakhir. Muaranya  diharapkan terwujudnya good and clean governance dan tidak menimbulkan dampak negatif sebagai atas kehadiran Pj Kepala Daerah. [rif]

* Achmad Fachrudin adalah
Dewan Pembina Literasi Demokrasi Indonesia

Topik: Achmad FachrudinPilkadaPj Kepala Daerah
Opini Barisan.co

Opini Barisan.co

Media Opini Indonesia

POS LAINNYA

Filosofi Pohon
Opini

Filosofi Pohon

11 Agustus 2022
Kaum Khawarij Modern
Opini

Potret Keberagamaan yang Ekslusif Kaum Khawarij Modern

9 Agustus 2022
Saat Anies Baswedan Meneladani Karakter dan Ajaran Tuhan Yesus Kristus
Opini

Saat Anies Baswedan Meneladani Karakter dan Ajaran Tuhan Yesus Kristus

15 Juli 2022
Diamnya Anies Menghadapi Fitnah, Tanda Kekuatan Seorang Muslim
Opini

Diamnya Anies Menghadapi Fitnah, Tanda Kekuatan Seorang Muslim

12 Juli 2022
Catatan Kelucuan di Negeri +62
Opini

Catatan Kelucuan di Negeri +62

12 Juli 2022
Pustakawan di Amerika Diteror, di Indonesia Minat Baca Rendah
Opini

Pustakawan di Amerika Diteror, di Indonesia Minat Baca Rendah

9 Juli 2022
Lainnya
Selanjutnya
Agar Lansia Sehat, Dokter Sarankan Ini

Agar Lansia Sehat, Dokter Sarankan Ini

Blood Moon

26 Mei Terjadi Blood Moon, Gerhana Bulan Berwarna Merah

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Tarif Integrasi

Mulai Hari Ini, Tarif Integrasi Resmi Berlaku di 3 Moda Transportasi

12 Agustus 2022
meningkatkan daya belajar

Hal-hal yang Perlu Diperhatikan untuk Anak Sebagai “Booster” Daya Belajar

12 Agustus 2022
berbuat baik

Berbuat Baik, Keharusan Bagi Manusia

11 Agustus 2022
anies kenang Habib Zen bin Umar

Anies Baswedan Kenang Habib Zen bin Umar: Berakhlak Mulia

11 Agustus 2022
Jakarnaval

Disparekraf DKI  Gelar Jakarnaval 2022, Bangkitkan Pariwisata Jakarta

11 Agustus 2022
Program Pelatihan Ekonomi Pasar Sosial

Program Pelatihan Ekonomi Pasar Sosial: Pentingnya Kesetaraan

11 Agustus 2022
Ingin Meningkatkan Penjualan? Berusahalah Fast Response

Berikut Cara Agar Terhindar dari Penipuan Transaksi Jual Beli Online

11 Agustus 2022

SOROTAN

Filosofi Pohon
Opini

Filosofi Pohon

:: Redaksi
11 Agustus 2022

Penulis: Andi Rukman Nurdin Karumpa * BELAJAR dari filosofi pohon, selayaknya sebagai seorang insan berakal untuk pandai mempelajari dan mencari...

Selengkapnya
Kaum Khawarij Modern

Potret Keberagamaan yang Ekslusif Kaum Khawarij Modern

9 Agustus 2022
Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam

Sejarah Penetapan Tahun Hijriah dan Arti Bulan-Bulan dalam Kalender Islam

1 Agustus 2022
satu abad chairil anwar

Satu Abad Chairil Anwar, Puisi dan Doa

26 Juli 2022
Film Invisible Hopes

Film Invisible Hopes Mengungkap Sisi Gelap Anak-Anak yang Lahir di Jeruji Penjara

23 Juli 2022
Beredar Surat Pengangkatan Tenaga Honorer Jadi PNS, Begini Penjelasan Kemen PANRB

Pegawai Negeri Dibutuhkan, Tetapi Cenderung Tidak Diapresiasi

21 Juli 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang