“…Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepada ku dan kepada orang tua ku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang engkau ridhai, dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim.” (QS. Al-Ahqaaf [45]:15)
Barisan.co – Masa saat Rasulullah Muhammad Saw awal, yakni pada saat Beliau menyebarkan Islam ke luar kota Mekah menuju ke Thaif. Perjalanan ini, Rasulullah ditemani sahabat Zaid bin Haritsah. Sesampainya di Thaif, Roaulullah menemui tiga orang pemimpin suku yang terpandang di daerah tersebut dengan harapan mereka akan mau menerima dan masuk islam. Akan tetapi, ketiga orang pemimpin ini justru tidak mau mendengarkan seruan Nabi Muhammad, bahkan di wilayah tersebut, ke manapun Rosulullah pergi selalu mendapatkan ejekan dari penduduk yang ada.
Setelah selama satu bulan di Thaif, Rosulullah dan Zaid bin Haritsah akhirnya diusir dari wilayah tersebut. Pengusiran tersebut juga diperburuk dengan dengan peristiwa pelemparan batu dan sahutan tepuk tangan mengejek oleh para penduduk Thaif, saat Rasulullah dan Zaid bin Haritsah masih dalam perjalanan yang tidak cukup jauh. Namun demikian, Rasulullah yang memiliki akhlak mulia tidak sedikitpun marah ataupun membalas tindakan kaum Thaif. Sebaliknya, Rasulullah justru mendo’akan, “Ya Allah, tunjukilah kaum ku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Berdasarkan sejarah tersebut, kita dapat mempelajari bagaimana Rasulullah mendidik ummatnya saat itu. Bahwa tidak hanya aspek lahiriyah saja, akan tetapi juga aspek non-lahiriyah yang menjadi sasaran dakwah Rasulullah. Tidak hanya pengajaran, nasihat, rangsangan dan ancaman, melainkan internal diri yang lebih intim, yakni melalui doa. Hal inilah yang harus dicontoh pula oleh para orang tua dalam mendidik anak dalam sebuah keluarga. Dimana metode pendidikan dengan mendoakan anak begitu sangat penting, karena kewajiban untuk mendoakan anggota keluarga bersifat sirkular yang terus terhubung. Anak berkewajiban mendoakan orang tua dan orang tua juga punya kewajiban mendoakan anak.
Mencerdaskan Otak Anak
Kebutuhan bertuhan atau memiliki spiritualitas merupakan kebutuhan yang tidak bisa dipungkiri oleh setiap manusia. Terdapat keterkaitan secara langsung dan tegas antara kebutuhan tersebut dengan ketersediaan potensi ketuhanan dalam diri manusia, yaitu perangkat yang ada dalam otak manusia.
ada tahun 1997, penelitian Prof. Vilyanur Ramachandran, seorang ahli ilmu saraf dari Universitas California San Diego telah menemukan lokus bagi spiritualitas atau bertuhan di bagian otak manusia. Bagian otak ini adalah god spot yang berperan penting dalam perasaan-perasaan mistis dan spiritualitas. Bagian otak yang memberikan respon atas ajaran moral keagamaan dalam lobus temporal seseorang.
Dalam penelitian tersebut, dilaporkan empat hal penting. Pertama, osilasi 40Hz, ditemukan oleh Denis Pare dan Rudolpho Llinas. Kemudian dikembangkan menjadi spiritualitas intelligence oleh Danah Zohar dan Ian Marsal.
Kedua, alam bawah sadar kognitif yang ditemukan oleh Joseph deLouxdan. Lalu dikembangkan menjadi emotional intelligence oleh Daniel Goleman serta Robert Cooper dengan konsep suara hati.
Ketiga, god spot pada daerah temporal yang ditemukan oleh Michael Persinger dan Vilyanur Ramachandran, serta bukti gangguan perilaku moral pada orang dengan kerusakan lobus temporal.
Keempat, somatik marker (penanda somatik) oleh Antonio Damasio. Keempat bukti ini memberikan informasi tentang adanya keterhubungkaitan hati nurani dalam otak manusia, termasuk dalam otak seorang anak.
Pada masa pertumbuhannya, otak anak akan ikut berkembang dengan pesat. Terutama pada tahun-tahun pertama pertumbuhan mereka, yaitu tahap “perkembangan emas/golden age.”
Dengan demikian, bukan tanpa alasan jika para orang tua sesegera mungkin mengasah otak anak sejak dini. Sejak perkembangan otak sang buah hati berkembang, artinya sejak dia lahir, bahkan semenjak dia masih berada dalam kandungan. Karena perkembangan otak pada dasarnya dimulai sejak janin terbentuk dan tumbuh dalam kandungan sang ibu.
Hubungan orang tua dan anak yang dimungkin sejak anak dalam kandungan ibu tersebut, hanya hubungan yang bersifat non-lahiriyah. Hal ini tidak terbatas pada waktu anak dalam kandungan, melainkan juga saat anak tumbuh dalam keluarga maupun lingkungannya. Hubungan nonlahiriyah yang dimaksud, adalah doa.
Ketika orang tua mendoakan ataupun mengajarkan untuk berdoa kepada anak, secara tidak langsung orang tua telah memberikan rangsangan kepada salah satu bagian otak, yang terletak di daerah lobus temporal atau pada posisi god spot. Sehingga, god spot dalam otak anak terasah sejak dini. Sehingga perkembangan kecerdasan spiritualitas (SQ = spiritual quetient) sang anak semakin meningkat beriring dengan pertumbuhannya. Kecerdasan spiritualitas anak akan memberikan bisikan-bisikan suara hati yang senantiasa mendorong sang anak kepada tindakan-tindakan yang baik (akhlakul karimah).
Dalam penjelasan yang disampaikan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal, kecerdasan sprititualitas merupakan puncak kecerdasan, di atas kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan moral. Dengan mendoakan serta pengajaran doa kepada anak secara konjungitas, selain mendidik spiritualitas, juga akan dapat mencerdaskan anak dalam hal intelektual, emosional, dan juga moral. Dengan pola pendidikan keluarga ini, doa telah membantu orang tua dalam mendidik anak agar fungsi otak dapat diperoleh secara optimal dan maksimal.
Motivasi Anak Berhasil
Salah satu indikator keberhasilan anak dalam pembelajaran di sekolah adalah diperolehnya prestasi yang tinggi. Namun demikian, segala upaya yang dilakukan dalam proses belajar sang anak akan menjadi sia-sia, saat sang anak tidak memiliki semangat untuk belajar. Sehingga dalam proses pendidikan anak, baik di sekolah maupun di rumah dan lingkungan, sangat dibutuhkan motivasi yang tinggi.
Hudgins berpendapat bahwa setiap orang mempunyai minat yang tinggi demi suksesnya belajar. Kemudian, ada juga pendapat dari Mc. Clelland bahwa individu yang mempunyai minat belajar tinggi karena mempunyai kesenangan terhadap pekerjaannya dan akan berusaha menemukan pemecahan masalah dengan upaya kemampuan sendiri.
Faktor lain yang berpengaruh dalam kesuksesan belajar anak adalah kecerdasan. Faktor ini berkaitan dengan kemampuan otak anak dalam mengolah seluruh kemampuannya untuk belajar. Dengan kata lain, perkembangan otak anak mulai sejak kecil bahkan sebelum lahir, juga menjadi salah satu faktor kesuksesan belajar anak. Namun perlu diketahui, pada dasarnya perkembangan otak manusia meningkat pada awal pertumbuhannya dan akan menurun seiring dengan pertambahan umur. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak.
Pada saat menjelang kelahiran, kebanyakan anak memiliki 100 milyar sel otak aktif, dan mereka menjalin sekitar 500 triliyun hubungan dengan sel-sel otak lain dan bagian-bagian tubuh lain. Begitu pula pada bulan-bulan awal, indra bayi dalam kandungan telah bereaksi terhadap lingkungan dengan perkembangan hubungan sinaptik baru, dengan kecepatan hingga 3 milyar/detik. Kemudian dalam perkembangan 6 bulan pertama setelah kelahiran, anak akan mulai membuang beberapa keterampilan lahiriyahnya.
Saat usia 8 bulan, otak bayi memiliki sekitar 1.000 triliyun hubungan. Namun setelah ini, jumlah dan hubungan tersebut akan mulai menurun, kecuali anak terebut dihadapkan pada rangsangan lewat semua inderanya. Menjelang usia 10 bulan, sekitar separuh hubungan telah mati namun masih meninggalkan sekitar 500 triliyun yang akan terus bertahan sepanjang hidup.
Sampai pada usia 12 tahun, otak bisa dilihat sebagai spons super yang paling banyak menyerap sejak kelahiran. Selama masa inilah, terutama pada tiga tahun pertama, dasar-dasar pemikiran, bahasa, pandangan, tingkah laku, bakat dan karakteristik lain diletakkan.
Selain faktor motivasi dan kecerdasan, pada masa saat ini, banyak orang tua menaruh alasan masa depan menjadi salah satu faktor utama pola asuh anak. Orang tua akan membentuk/mendidik anak sesuai dengan perkembangan zaman, bahkan pada zaman yang belum dihadapi. Kebanyakan orang tua tidak menghendaki anak-anaknya gagal dala menghadapi tantangan masa depan. Padahal, kita telah mengetahui, bahwa masa depan adalah perubahan dan ketidakpastian.
Menurut Singer, masa depan memiliki peranan penting. Diri seorang anak merupakan umpan balik dari kondisi apa yang ada (to be) ke arah kondisi yang terjadi (to become) sasaran yang dituju anak adalah citra perannya yang berfokus masa depan, yaitu konsepsi tentang keinginan akan menjadi apa ia pada berbagai situasi di masa depan. Karena itu, saat seorang anak ditanya mengapa sangat bersemangat belajar? Mereka akan menjawab karena memiliki cita-cita berprofesi menjadi dokter, arsitektur, pengusaha, dan lainnya saat sudah lulus nanti.
Dengan menyiapkan anak sejak kecil, maka orang tua secara tidak langsung telah membantu sang anak pada masa yang akan datang. Namun yang menjadi perhatian adalah menyiapkan buah hati sangat berbeda dengan membentuk buah hati. Karena pada dasarnya, setiap orang tua menginginkan anaknya sukses. Kesuksesan tersebut tentunya tidak hanya dilihat dari perolehan materi yang dihasilkan oleh anak. Karena keberhasilan materiil harus diiringi pula oleh keberhasilan nonmateriil. Tidak hanya keberhasilan dunia tapi juga keberhasilan akhirat.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita rangkai mengenai peranan orang tua, pentingnya pendidikan keluarga, dan keberhasilan anak. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi setiap oarang tua untuk tidak mendo’akan anak dalam setiap waktu. Dengan do’a dari orang tua, anak akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan, memiliki kemampuan dan kecerdasan yang bermanfaat, dan selalu tenang dalam setiap aktifitasnya.
Penulis: Murtaqi Ali Shoim
Editor: Lukni
Diskusi tentang post ini