Scroll untuk baca artikel
Berita

Menelisik Kapitalisme Rentier dalam Privatisasi Aset Negara: Pandangan Yanuar Rizky

×

Menelisik Kapitalisme Rentier dalam Privatisasi Aset Negara: Pandangan Yanuar Rizky

Sebarkan artikel ini
Kapitalisme rentier
Ekonom Bright Institute, Yanuar Rizky

Kapitalisme rentier menguasai kebijakan ekonomi global—benarkah Indonesia juga terjebak dalam siklusnya? Yanuar Rizky membedah fakta di balik privatisasi aset negara.

DALAM dunia ekonomi global yang semakin kompleks, perdebatan mengenai kapitalisme negara (state capitalism) dan privatisasi aset negara terus menjadi sorotan.

Yanuar Rizky, ekonom dari Bright Institute, dalam presentasi berjudul Danantara : State (Rentier) Capitalism Privatisasi (Rente) Aset atau Negara pada gelaran Diskusi Akhir Pekan, Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita dengan topik Plus Minus Danantara, Minggu (09/03/2025) menyoroti bagaimana konsep kapitalisme rentier (rentier capitalism) mempengaruhi kebijakan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Menurut Yanuar Rizky, kapitalisme rentier adalah model ekonomi di mana keuntungan dihasilkan bukan dari produksi barang dan jasa, tetapi dari kepemilikan aset dan eksploitasi rente ekonomi.

Dalam konteks negara berkembang, pendekatan ini sering kali diterapkan dalam bentuk sekuritisasi pembiayaan pembangunan.

Sekuritisasi ini, yang awalnya dipopulerkan setelah Perang Dunia II dalam sistem keuangan global, berujung pada penciptaan mekanisme cetak uang dari uang melalui berbagai instrumen keuangan.

Yanuar mengutip kajian Demir (2007) yang menunjukkan bahwa sekuritisasi sering kali gagal mendorong investasi jangka panjang di sektor riil karena lebih menguntungkan bagi pemilik modal dibandingkan bagi pembangunan nasional.

Pelajaran dari Krisis Ekonomi 1980 dan 1998

Yanuar menyoroti bagaimana sekuritisasi keuangan telah menjadi penyebab utama krisis ekonomi di berbagai belahan dunia.

Salah satu contoh yang ia angkat adalah krisis utang Amerika Latin pada tahun 1980-an. Negara-negara seperti Meksiko dan Argentina mengalami gagal bayar akibat kejatuhan harga minyak, padahal sebelumnya mereka mengandalkan surat utang berbasis pendapatan dari sektor energi.

Di Indonesia, krisis moneter Asia 1998 juga memberikan dampak besar terhadap kebijakan keuangan negara.

Menurut Yanuar, kebijakan privatisasi BUMN yang diadopsi setelah krisis justru semakin memperkuat kapitalisme rentier, di mana pengelolaan aset negara lebih menguntungkan segelintir pihak ketimbang kepentingan publik.

Sebagai solusi, Yanuar mengusulkan transformasi model pengelolaan aset negara yang lebih berkelanjutan. Ia menyoroti pendekatan yang dilakukan oleh negara seperti Norwegia dan China dalam membentuk dana investasi negara (Sovereign Wealth Fund/SWF).

Norwegia, misalnya, mendirikan Global Pension Fund dari hasil surplus minyak dan gas untuk memastikan kesejahteraan jangka panjang bagi warganya.

Sementara itu, China membentuk China Investment Corporation (CIC) untuk mengelola keuntungan dari sektor keuangan dan perdagangan internasional.