BARISAN.CO – Ramalan ILO tentang akan hilangnya pekerjaan di sektor perbankan dalam 20 tahun mendatang bukan sekadar mimpi siang bolong. Sekurang-kurangnya, akibat disrupsi teknologi, 9 bank besar di Indonesia selama kurun waktu 2016-2018 telah merumahkan 18.000 karyawannya, seperti diwartakan bisnis.com.
Fenomena ini tak luput dari sorotan BPS, di mana dalam catatannya, selama 2017 telah terjadi pengurangan karyawan bank hingga 1.000 orang.
Angka pengurangan itu boleh jadi tampak kecil dan insignifikan kalau dibandingkan sektor lain semisal manufaktur. Namun kecil bukan berarti sepele. Semakin bertambahnya warga yang kehilangan pekerjaan, berapapun jumlahnya, akan menambah beban pengangguran nasional.
Begitupun Putri, dara kelahiran Yogyakarta ini mengerutkan dahinya tatkala mengetahui bahwa tempat ia bekerja boleh jadi akan hilang kelak.
Putri tentu saja khawatir dan itu wajar ia rasakan. Sudah dua tahun ia berkarir sebagai customer service (CS) di salah satu bank milik BUMN.
“Ada harapan besar untuk bisa mengembangkan karir sebagai bankir. Namun fakta itu memaksa berpikir dua kali untuk bisa meraih cita-cita.”
Menguatkan hal itu, Biro Riset Bank Indonesia (BI), diwartakan oleh reqnews.com, melaporkan telah terjadi pengurangan kantor cabang bank hingga 314 unit selama 2017. Sementara ini, posisi yang banyak dikurangi adalah teller dan CS.
Seiring berjalannya waktu, perampingan karyawan bank ini akan terus terjadi, malah bisa semakin banyak jumlahnya.
Pandemi, Akselerasi Teknologi
Pandemi Covid-19 telah mengakselerasi teknologi di berbagai bidang, termasuk perbankan. Berdasarkan survei OJK, terjadi peningkatan penggunaan layanan perbankan digital oleh masyarakat.
Ada 41 persen nasabah berharap mutasi rekening bisa diakses lebih jauh ke belakang. Ada 42 persen nasabah ingin dapat membuka rekening via daring. Ada pula 35 persen nasabah yang ingin dapat mengajukan kredit via daring.
Beberapa bank konvensional di Indonesia bahkan sudah merancang strategi dan aksi korporasi tentang layanan neobank—bank yang beroperasi dengan digital sepenuhnya.
Bukan hanya sektor perbankan, dunia usaha pun menyiapkan hal yang sama. Gojek misalnya, sejak akhir tahun lalu telah agresif menambah sahamnya menjadi 22,6 persen di bank digital, Bank Jago Tbk.
Karenanya, membayangkan bank yang sepi atau tidak ramai dengan manusia bukanlah angan yang jauh.
Sebetulnya kita termasuk terlambat menyadari hal ini. Bila ditarik jauh ke belakang, tepatnya pada tahun 1997, Bill Gates sudah lebih dulu memprediksi hal ini. “Kita membutuhkan perbankan tetapi kita tidak membutuhkan bank lagi,” katanya.