Ketika undang-undang omnibus law (cipta kerja) ini disahkan, situasi dalam dunia investasi dan perburuhan pun tidak otomatis menjadi tertib dan teratur. Kemampuan hukum dalam menciptakan ketertiban akan selalu berkaitan dengan perilaku suatu masyarakat. Ada tawar menawar antara hukum dengan perilaku masyarakat.
Belakangan ini, sempat ramai soal Peraturan Presiden (Perpres) Tahun 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam aturan tersebut terdapat ijin investasi untuk industri minuman keras. Ijin ini dianggap sebagai akibat dari berlakunya undang-undang omnibus law (cipta kerja).
Jika Pepres ini benar adanya, maka hampir dipastikan bahwa tidak hanya investasi yang akan berjalan dengan tertib, tetapi juga menimbulkan kegaduhan dan ketidakteraturan di tengah masyarakat. Kegaduhan itu muncul sebagai akibat dari pemberian ijin investasi industri minuman keras dianggap bertentangan dengan norma yang berlaku dan ajaran agama yang diyakini masyarakat.
Sekali lagi, hukum (undang-undang) dibuat oleh badan legislatif agar masyarakat itu berjalan sesuai kehendak undang-undang. Hukum adalah potret kecil dari kehidupan masyarakat. Sebagai potret kecil dari kehidupan masyarakat, maka hukum tidak bekerja sendirian dalam mengatur keteraturan dan ketertiban.
Hukum bahkan tidak bisa berjalan dengan baik tanpa didukung dengan akhlak dan integritas dari penegak hukum. Kehidupan yang demikian luas dan kompleks tidak bisa serta merta dikonkretkan dalam sebuah rumusan undang-undang, dimana setiap ada kejadian harus dipaksa-paksa sesuai kehendak undang-undang.
Mempercayai hukum serba dengan kepastian, itu sama halnya dengan menganggap bayangan dan kopian sebagai kenyataan. Hukum bahkan tidak bisa menjamin bahwa yang menang pasti benar dan yang kalah pasti salah. Lebih jauh, Charles Sampford mengatakan kepastian hukum itu bukan suatu hal yang nyata, mainkan suatu keinginan, yaitu keinginan untuk melihat hukum sebagai institut yang penuh dengan kepastian.
Syaiful Rozak, Mahasiswa Hukum Universitas Muhammadiyah Kudus