Scroll untuk baca artikel
Blog

Menumbuhkan Generasi Pemimpin

Redaksi
×

Menumbuhkan Generasi Pemimpin

Sebarkan artikel ini

Bagaimana cara menumbuhkannya? Tentu saja harus ada perencanaan, rekayasa sosial untuk itu. Sehingga, kemuncululan pemimpin, seolah-olah alami terjadi.

Saya akan menyampaikan contoh lahirnya seorang pemimpin dari buku yang saya tulis. Buku tentang pak KH Abdul Rozaq (AR) Fachruddin, almarhum, mantan ketua PP Muhamamdiyah di masa Orde Baru.

Ia memimpin Muhammadiyah dalam waktu yang panjang, sejak 1968 hingga 1990. Saya beruntung bertemu dengan begitu banyak narasumber yang memberi informasi penting, sehingga saya berkesimpulan, pak AR lah, demikian KH AR Fachruddin biasa dipanggil, pemimpin terbesar Muhammadiyah, sesudah KH Ahmad Dahlan sendiri, sang pendiri ormas Islam terbesar selain NU.

Dari apa yang disampaikan oleh beberapa narasumber di buku itu, saya menyimpulkan, bahwa yang namanya pemimpin, adalah sebuah produk bersama. Produk keluarga di mana orangtuanya menyiapkan anaknya dengan bekal ilmu dan agama, agar siap memimpin masyarakat.

Ustaz Sukriyanto AR, salah satu putra pak AR, menceritakan kepada kami, orangtua pak AR mengawali pendidikan anaknya, dengan mengajari ilmu agama. Lalu dia menitipkan kepada kiai-kiai yang lain. Dalam pendidikan kepada kiai, selain ilmu agama, penekanan melayani orang lain sangat dipentingkan di dalam metode pengajaran yang bersifat personal.

Pendidikan seperti dijelaskan di atas, waktu itu merupakan cara mendidik yang sifatnya umum. Buya Syafii Ma’arif, mantan Ketua PP Muhammadiyah yang juga kami wawancarai, menjelaskan bahwa masyarakat waktu mendukung situasi pendidikan yang seperti itu. Orang-orang di zaman itu tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi memikirkan sesama.

Produk masyarakat, di mana masyarakat bersedia mendidik anak-anak orang lain, dititipkan kepada mereka untuk dididik seperti mendidik anak sendiri, adalah sebuah kesadaran bersama.

Selain mendapat fasilitas pendidikan dari keluarga-keluarga organisasi juga menfasilitasi dengan tugas yang memungkinkan orang berkembang. Dalam hal ini organisasi Muhammadiyah waktu itu mengembangkan kapasitas kader, dengan menempatkan orang-orang mudanya ke bebagai daerah.

AR Fachrudin muda ditempatkan di Sumatra sebagai bagian dari pertumbuhan kader. Berpindah dari satut tempat ke tempat lain. Selain itu metode berguru pada ulama-ulama sepuh dan kerajinan membaca kitab, menjadi kebiasaan yang dilakukan kader.

Sesudah dirasa cukup, lalu ditarik lagi ke pusat organisasi, untuk mulai membantu para senior. Prof Abdul Mulkhan, guru besar UIN juga narasumber lain menjelaskan soal ini. Sementara almarhum Said Tuhulele, salah satu penghader Muhammdiyah, yang juga merupakan salah satu murid pak AR yang intens kami wawancarai waktu itu, menjelaskan metode perkaderan dilakukan juga oleh Pak AR meneruskan perkaderan yang dilakukan oleh guru-gurunya. Hasilnya, terbentuk generasi ulama pemimpin yang ditempatkan di berbagai daerah.