Tafsir Surah At-Tiin: Antara Buah dan Tempat
Surah At-Tiin terdiri dari 8 ayat pendek, namun sarat makna. Allah bersumpah dengan empat hal: buah tin, buah zaitun, Gunung Sinai, dan negeri yang aman (Mekah). Setelah itu, Allah menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna.
Menurut tafsir Mafatih Al-Ghaib, ada dua pendapat utama tentang makna dari sumpah atas buah tin dan zaitun:
Pendapat Pertama: Buah Secara Harfiah
Pendapat ini menyatakan bahwa Allah benar-benar bersumpah atas dua buah yang secara fisik dikenal luas dan bermanfaat bagi manusia.
Para mufassir menekankan bahwa manfaat luar biasa dari kedua buah ini menjadi alasan kuat Allah menjadikan keduanya sebagai sumpah.
Ini juga menunjukkan bahwa hal-hal yang dianggap kecil dalam kehidupan sehari-hari, seperti buah-buahan, bisa memiliki makna spiritual yang dalam.
Pendapat Kedua: Simbol Tempat Para Nabi
Pendapat lain menyebutkan bahwa buah tin dan zaitun bukan sekadar buah, tetapi merujuk pada tempat tumbuhnya buah-buah tersebut, yang berkaitan erat dengan para nabi dan risalah kenabian.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dua gunung di Palestina: Gunung Tinan (tempat Nabi Isa diutus) dan Gunung Zaitan (tempat para Nabi Bani Israil).
Keduanya menjadi simbol wilayah suci yang penuh sejarah kenabian. Gunung Sinai di mana Nabi Musa menerima wahyu, dan Mekkah sebagai tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW, menyempurnakan rangkaian sumpah ini.
Dengan demikian, Surah At-Tiin menggambarkan empat lokasi utama sejarah kenabian — Palestina (Isa), Syam/Bani Israil (Nabi-nabi terdahulu), Sinai (Musa), dan Mekkah (Muhammad). Ini menguatkan posisi Surah At-Tiin sebagai surah yang penuh simbol spiritual dan historis.
Setelah menyebut empat sumpah tadi, Allah menyatakan: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Namun kemudian, manusia bisa menjadi makhluk serendah-rendahnya jika tidak beriman dan tidak beramal saleh.
Artinya, manusia memiliki potensi tertinggi sebagai makhluk ciptaan Allah, tapi sekaligus bisa jatuh ke titik terendah jika tidak memelihara keimanannya.
Dalam konteks ini, buah tin dan zaitun bisa menjadi pengingat bahwa manusia harus mengambil manfaat dari segala nikmat yang diberikan Allah — baik berupa makanan sehat, tempat yang diberkahi, maupun hidayah dari para nabi.
Dengan segala manfaatnya, buah tin dan zaitun bukan hanya makanan biasa. Keduanya adalah simbol nikmat dunia dan juga memiliki dimensi spiritual.
Dalam tradisi pengobatan Islam dan bahkan dalam budaya Mediterania kuno, kedua buah ini dianggap sebagai makanan para nabi, makanan yang membawa berkah.