BARISAN.CO – Saat begini ini, saya jadi kangen berat dengan seorang bersahaja itu. Beberapa hari jelang 18 Oktober 2011, adalah hari-hari terakhir saya bersamanya. Ya, tanggal itu dia wafat. Dan waktu itu, saya benar-benar kehilangan sesosok guru yang tiada dua.
Dialah Muhammad Zuhri. Publik tidak banyak mengenalnya. Dan, memang itu pilihannya: menjauh dari ketenaran.
Saya mengenalnya dan langsung terpincut pada tahun 1999. Ia tak sekadar baik, murah senyum, dan rona muka damai yang selalu memancar keteduhan, tetapi dia juga seorang filsuf. Atau lebih tepatnya sufi yang filosof. Sebab ia mengurai kesufian tidak dengan wirid-wirid eksklusif ala tarekat, tetapi secara argumentasi logis yang mengena akal.
Muhammad Zuhri juga tidak menekankan pensucian diri dengan uzlah dan khalwat, tapi terjun mengerjakan tugas-tugas harian atau kerja sosial sebagai wujud aktual surat Al Kahfi ayat 110, “Siapa pun yang mengharapkan pertemuan dengan-Nya hendaknya beramal saleh.”
Tahun-tahun berikutnya, setelah kali pertama kenal, saya mengikuti forum pengajian rutinnya tiap bulan, setiap tanggal 21 di musala depan rumahnya. Dan yang lebih mengasyikkan, digelarnya forum halaqoh kecil, yakni lingkaran guru-murid seusai pengajian. Muhammad Zuhri tampil bak seorang mursyid yang menjawab segala persoalan para murid.
Otomatis saya tak melewatkan lingkaran zawiyah itu. Sebab di situlah, Muhammad Zuhri kerap memapar hal-hal “ganji” yang tak tersampaikan di forum pengajian. Ia berkisah karamah-karamah para kekasih Tuhan yang tak tertulis di buku sakti kewalian. Ia juga membongkar wawasan tasawuf yang acap kali sungguh tak terduga, karena lagi-lagi jauh dari konsep yang termaktub dalam kitab tasawuf yang beredar, apalagi buku pelajaran agama.
Ia menarik dogma Rukun Islam dan Rukun Iman menjadi konsep religius yang filosofis. Menjadikan konsep paradigma Islam yang tak tergoyahkan oleh ideologi mana pun. Sungguh amazing. Muhammad Zuhri juga berhasil mengurai kabut njlimet yang menyelimuti “ego” Muhammad Iqbal. Sehingga, tak mengada-ada kalau saya katakan: adalah tepat tatkala menyuntuki filsafat khudi Muhammad Iqbal mesti lanjut baca Secawan Cinta Muhammad Zuhri.