Tanda orang yang ditutup hatinya oleh Allah adalah mereka yang lupa atau ingkar atas nikmat Allah Swt, sebagaimana kitab Al-Hikam menjelaskan sebagai tanda butanya mata hati.
BARISAN.CO – Bagi seorang hamba diperintahkan untuk senantiasa menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi larangannya. Sebagai tanda orang yang beriman, itulah golongan orang-orang yang mendapatkan ridha Allah Swt.
Seorang hamba hendaknya mengingat kebesaran Allah Swt bukan menjadi orang yang ditutup hatinya oleh Allah Swt. Sebab terkadang bagi seseorang yang diberi kenikmatan dunia, sampai lupa atas karunia nikmat tersebut. Bahwasanya nikmat tersebut adalah titipan dan karunia Allah Swt.
Jangan sampai menjadi orang yang masuk orang-orang yang sesat yakni golongan yang ditutup hatinya. Jika seseorang telah ditutup mata hatinya, maka ia akan menjadi orang yang tidak mengerti sama sekali.
Orang yang ditutup hatinya oleh Allah Swt akan merasakan betapa hidup ini gersang. Mereka orang yang berani meninggalkan kewajiban ibadah, merasa sombong ketika melakukan dosa, dan angkuh terhadap orang lain.
Sehingga tidah heran jika Allah Swt mengunci mata hati orang-orang tersebut. Salah satu isi kandungan kitab al-Hikam yakni tentang mata hati yakni tanda butanya mata hati.
Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari mengatakan:
اِجْتِهادُكَ فيمَا ضُمنَ لكَ وتقـْصِيرُكَ فيماَ طُلبَ منكَ دَلِيلٌ على انطِماسِ البَصِيْرَةِ منكَ
“Kesungguhanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti akan sampai kepadamu, di samping kelalaianmu terhadap kewajiban yang di amanatkan kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu (bashirah).”
Kata bashirah digunakan untuk mengartikan “mata hati” yang memiliki fungsi yang jelas. Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak kata yang menggunakan kata bashirah, seperti firman Allah Swt:
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.” (QS. Al-Baqarah: 6)
Bashirah itu bukan untuk melihat hal-hal di luar diri, akan tetapi untuk melihat kebenaran hakikat. Bashirah adalah untuk melihat al-Haqq yakni Allah Swt. Allah Swt berfirman:
سَنُرِيهِمْ ءَايَٰتِنَا فِى ٱلْءَافَاقِ وَفِىٓ أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُۥ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tidakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?.” (QS. Fussilat: 53)
Siapa saja yang disibukkan mencari apa yang sudah dijamin Allah Swt seperti rezeki, dan meninggalkan apa yang menjadi perintah Allah Swt, itulah tanda butanya mata hati seseorang. Allah Swt berfirman:
وَكَأَيِّن مِّن دَآبَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَا ٱللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 60).