“Memang sebagai negara mereka punya niat baik kayak manusia? Yang ada kepentingan,” Awalil Rizky (Ekonom)
BARISAN.CO – Oxfam mengatakan, para pemimpin dunia G20 telah gagal mengambil tindakan definitif untuk mengatasi kemiskinan, kelaparan, iklim, utang, dan kekurangan yang melumpuhkan jutaan orang di seluruh dunia. Hal itu tertulis dalam rilis Oxfam terbaru.
“Di tengah krisis utang, penghematan, dan ketidaksetaraan, kami berharap jauh lebih banyak dari ekonomi terbesar dunia, terutama mengingat meroketnya kekayaan miliarder di halaman belakang mereka,” kata Pemimpin G20 Oxfam, Joern Kalinski.
Menurutnya, dunia membutuhkan tindakan nyata untuk mencegah bencana ekonomi bagi orang dan negara miskin, tetapi yang tersisa hanyalah jaminan daur ulang, krisis utang yang membara, dan vaksin serta langkah kesehatan yang berguna seperti memasang plester pada kaki yang patah.
Joern mengungkapkan, G20 mewakili dua pertiga populasi dunia dan empat perlima kekuatan ekonomi dunia.
“Pada saat kami membutuhkan pemimpin menggunakan otot ekonomi ini untuk kebaikan yang lebih besar, mereka berkedip dan menjauh. Tidak ada tanda-tanda tekad kolektif untuk mengatasi masalah dunia termasuk krisis iklim, kelaparan yang meningkat, angka kemiskinan yang meningkat, dan kesenjangan ekonomi dan sosial yang menganga,” ungkap Joern.
Secara bersamaan, G20 disebut mengulangi janji yang sering terdengar untuk mengatasi kelaparan dunia, tetapi tidak membuat janji pendanaan baru untuk mengimbangi ambisi atau komitmen untuk mendukung peralihan ke produksi pangan yang lebih lokal dan berkelanjutan.
“Tema G20 adalah “Recover Together, Recover Stronger”, tetapi bagaimana hal itu dapat diwujudkan ketika KTT ini tidak melakukan apa pun untuk mendukung barang publik seperti sistem kesehatan masyarakat atau membuat komitmen baru yang nyata untuk memperbaiki semua kerusakan dalam sistem pendidikan negara?” lanjut Joern.
Dengan banyaknya negara berpenghasilan rendah dan menengah yang menghadapi krisis anggaran dan bencana utang, Jearn menyebut, butuh ekonomi terkaya di dunia untuk menempatkan keuangan bebas utang tambahan di atas meja, tetapi mereka telah menghindari tanggung jawabnya.
“G20 telah menunjukkan kemampuan yang tak terduga untuk melupakan skala krisis ekonomi, sosial dan kesehatan yang disebabkan oleh pengabaian dan kekurangan sumber daya sistem kesehatan yang sekarang lebih diarahkan pada keuntungan yang menggiurkan atas pasien,” tambahnya.
Rilis itu juga menerangkan, dunia terus meluncur menuju bencana pemanasan tak terkendali yang memperburuk kemiskinan, kelaparan, dan ketidakadilan di seluruh dunia. KTT G20 memberikan sinyal lemah yang tak termaafkan kepada pertemuan negosiator iklim UNFCCC di Mesir.
Negara-negara G20 gagal berjanji untuk menyelaraskan tujuan perlindungan iklim nasional mereka yang tidak mencukupi dengan Perjanjian Paris, juga tidak berkomitmen untuk beralih dari energi fosil dan subsidi, dan malah memperluas energi terbarukan.
“Dalam banyak hal yang secara fundamental penting, dan dengan begitu banyak yang dipertaruhkan, KTT G20 ini sebagian besar berakhir kosong dan kehilangan,” tegasnya.
Sementara, Indonesia adalah salah satu negara anggota G20. Pada tahun ini, KTT G20 berlangsung di Bali pada 15-16 November 2022.
Padahal, Indonesia bukan termasuk negara kaya, seperti Amerika Serikat. Menjawab hal itu, Ekonom, Awalil Rizky mengatakan, secara ukuran ekonominya besar karena jumlah penduduknya banyak.
“Secara total PDB jadi banyak, seperti India,” kata Awalil kepada Barisanco, Selasa (22/11/2022).
Namun, melihat World Economic Outlook April 2022, Indonesia berada di urutan ke 102 berdasarkan GDP. Sementara, Luksemburg, Singapura, Irlandia, Qatar, Makau, Swiss, Uni Emirat Arab, Norwegia, Amerika Serikat, dan Brunei Darusalam berada di urutan teratas sebagai negara paling kaya di dunia.