Scroll untuk baca artikel
Berita

Pangan Indonesia dalam Bahaya: Temuan Mengejutkan dari Bright Institute

×

Pangan Indonesia dalam Bahaya: Temuan Mengejutkan dari Bright Institute

Sebarkan artikel ini
Pangan Indonesia
Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky

Bright Institute memperingatkan bahwa Indonesia menghadapi ancaman krisis pangan yang serius akibat gangguan pasokan global dan ketegangan politik, dengan penurunan produksi tanaman pangan dan meningkatnya ketergantungan pada impor.

BARISAN.CO – Lembaga Riset Bright Institute, baru-baru ini merilis studi yang memperingatkan tentang potensi krisis pangan di Indonesia. Dalam sebuah webinar yang digelar pada Selasa (8/10), para ekonom menyampaikan bahwa masalah pangan tidak hanya bersumber dari produksi, tetapi juga dipengaruhi oleh ketegangan politik yang meningkat di berbagai belahan dunia.

Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky, mengungkapkan bahwa saat ini, pasokan beras global sedang mengalami gangguan.

“Permintaan beras tidak menurun, sedangkan harga semakin tinggi. Negara-negara mulai membatasi ekspor untuk mengamankan persediaan pangan mereka,” jelasnya.

Lebih lanjut, Awalil menjelaskan bahwa tren proteksionisme semakin menguat di kalangan negara-negara produsen pangan. Dengan 285 juta penduduk yang terus bertambah, kerawanan pangan di Indonesia akan semakin serius jika tidak ditangani dengan baik.

Meskipun pemerintah sudah merencanakan langkah-langkah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), realisasinya masih jauh dari harapan.

Skor Global Food Security Index (GFSI) menunjukkan kemunduran yang signifikan; dari 63,60 di tahun 2018 menjadi 60,2 pada 2022.

“Target RPJMN 2024 yang mengharapkan skor 95,20 tampaknya tidak mungkin tercapai,” tegas Awalil.

Kondisi ini semakin diperburuk dengan menurunnya porsi tanaman pangan dalam sektor pertanian.

Muhammad Andri Perdana, Direktur Riset Bright Institute, menambahkan bahwa fokus pada perkebunan untuk ekspor, seperti kelapa sawit, telah mengorbankan produksi tanaman pangan seperti padi dan kedelai.

“Dalam situasi seperti ini, ketahanan pangan Indonesia sangat rentan. Produksi yang menurun dan konsumsi yang terus meningkat menciptakan ketergantungan pada impor. Kebijakan yang ada selama ini tidak cukup memadai untuk mengatasi masalah ini,” pungkas Andri. []