Lebih dari itu dan tak tanggung-tanggung, sorotan juga mulai mengarah ke wilayah yang privacy. Masuk ke dalam ranah syar’i dan sensitif, mengusik sisi-sisi kehidupan spiritual dan keagamaan keluarga Anies. Tentang anak perempuan Anies yang tidak berhijab, akhirnya muncul juga ke permukaan.
Sepertinya bagi kepentingan yang tidak bersesuaian dengan karir politik Anies lebih jauh, ini celah yang bisa digoreng-goreng tanpa minyaknya yang kebetulan susah didapat karena langka dan mahal.
Semua anasir-anasir politik dan juga menjadi keingintahuan sebagian besar masyarakat. Sejatinya bukan sesuatu yang tabu, harus ditutup-tutupi dan mendorong rasa enggan untuk menjadi pemahaman publik.
Boleh jadi, tak ingin “membeli kucing dalam karung” dan terus dimanfaatkan suaranya dalam pemilu. Rakyat sudah bosan dengan kebohongan para pemimpin pencitraan dan pengumbar janji tak bertepi.
Apa yang menjadi sejumlah pertanyaan-pertanyaan tersebut, terlepas ada tendesi tertentu, telah menjadi komoditas politik dan bahkan cenderung menjadi kampanye negatif yang bisa berimplikasi pada pembunuhan Karakter Anies.
Tentulah harus disikapi wajar dan biasa saja. Justru hal-hal yang demikian, menjadi momentum yang kondusif untuk seluruh rakyat Indonesia dapat mengenal dan memahami sekaligus lebih dekat dengan Anies. Menjadi layak ketika rakyat menginginkan pemimpinnya menjadi figur yang cenderung sempurna, setidaknya kediriannya berlimpah kebaikannya ketimbang kesalahannya.
Begitupun bagi Anies. Ada peluang membangun opini dan rasionalisasi yang lebih utuh juga bertanggungjawab terhadap figur Anies dari semua aspek dan dinamika kepemimpinannya. Bukan sekedar persoalan elektabilitas semata, Anies berkesempatan mengupas tuntas tentang keraguan sekaligus ekspektasi rakyat selama ini.
Dari sikap skeptis dan apriori yang silih berganti dan seiring-sejalan dengan harapan dan dukungan rakyat terhadap Anies. Seakan menegaskan masih terbelahnya sikap publik terhadap proyeksi Anies sebagai presiden Indonesia pasca Jokowi.
Apakah Anies mampu memenuhi rasa keingintahuan dan penasaran sebagian besar rakyat?.
Apakah pertanyaan-pertanyaan itu menjadi sesuatu yang menjadi proses “down greeding” atau “up greeding” bagi figur Anies?. Dalam politik selevel pilpres yang melingkupi kepentingan nasional dan internasional, politik jegal menjegal memang menjadi skenario yang tak terpisahkan.
Lalu apa jawabannya. Bagaimana Anies akan merasionalkannya?. Akankah ini menjadi episode yang menghentikannya atau malah membesarkannya menuju pilpres 2024?