Tentulah harus disikapi wajar dan biasa saja. Justru hal-hal yang demikian, menjadi momentum yang kondusif untuk seluruh rakyat Indonesia dapat mengenal dan memahami sekaligus lebih dekat dengan Anies. Menjadi layak ketika rakyat menginginkan pemimpinnya menjadi figur yang cenderung sempurna, setidaknya kediriannya berlimpah kebaikannya ketimbang kesalahannya.
Begitupun bagi Anies. Ada peluang membangun opini dan rasionalisasi yang lebih utuh juga bertanggungjawab terhadap figur Anies dari semua aspek dan dinamika kepemimpinannya. Bukan sekedar persoalan elektabilitas semata, Anies berkesempatan mengupas tuntas tentang keraguan sekaligus ekspektasi rakyat selama ini.
Dari sikap skeptis dan apriori yang silih berganti dan seiring-sejalan dengan harapan dan dukungan rakyat terhadap Anies. Seakan menegaskan masih terbelahnya sikap publik terhadap proyeksi Anies sebagai presiden Indonesia pasca Jokowi.
Apakah Anies mampu memenuhi rasa keingintahuan dan penasaran sebagian besar rakyat?.
Apakah pertanyaan-pertanyaan itu menjadi sesuatu yang menjadi proses “down greeding” atau “up greeding” bagi figur Anies?. Dalam politik selevel pilpres yang melingkupi kepentingan nasional dan internasional, politik jegal menjegal memang menjadi skenario yang tak terpisahkan.
Lalu apa jawabannya. Bagaimana Anies akan merasionalkannya?. Akankah ini menjadi episode yang menghentikannya atau malah membesarkannya menuju pilpres 2024?
Menjadi penghalang atau menjadi ajang pembuktian bagi Anies Baswedan?.