Oleh: Awalil Rizky *
Barisan.co – Ekonomi Indonesia triwulan I-2020 yang diumumkan BPS hanya tumbuh 2,97 Persen terasa cukup mengejutkan. Jauh lebih rendah dari prakiraan pada beberapa minggu sebelumnya. Prakiraan Pemerintah, Bank Indonesia, lembaga internasional, lembaga kajian ekonomi, dan para pengamat ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 17 April masih memprediksi tumbuh di kisaran 4,5 sampai 4,6 persen. Alasannya, Januari sampai Februari masih ada cukup momentum pemulihan ekonomi dari 2019 yang cukup lemah. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga mengakui perkiraan mereka sebelumnya adalah 4,4 persen.
Para pengamat yang kritis memang menduga pertumbuhan 2020 akan terkontraksi atau bernilai minus. Namun, umumnya mengemukakan angka di kisaran 4-4,5 persen untuk triwulan I, dan baru akan terpukul berat pada triwulan selanjutnya.
Pemerintah mengemukakan outlook APBN 2020 yang berasumsi pertumbuhan sebesar 2,3 persen. Asian Development Bank meramalkan 2,5 persen. Sedangkan Bank Dunia memproyeksikan angka 2,1 persen.
Berbagai prakiraan itu sempat mengemuka dengan kesan seolah Indonesia masih bisa tumbuh, meski menurun. Indonesia menjadi salah satu negara yang dinilai tidak akan resesi, sedangkan banyak negara lain mengalaminya. Resesi diartikan sebagai pertumbuhan yang selama lebih dari dua triwulan tumbuh minus atau kontraksi.
Pertumbuhan triwulan I-2020 artinya PDB atas dasar harga konstan dari 1 Januari sampai dengan 31 Maret tahun 2020 dibandingkan dengan periode yang setara pada tahun 2019. Pada triwulan I-2020 belum ada pemerintah daerah (Pemda) yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemda DKI Jakarta menetapkan PSBB pada tanggal 10 April. Kini, PSBB diberlakukan oleh puluhan Pemda.
Ketika realisasi triwulan I jauh lebih rendah dari perkiraan, maka dapat dipastikan prakiraan tahunan turut meleset. Pemberlakuan PSBB di banyak daerah akan berdampak lebih berat pada tingkat pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah sebenarnya memberi isyarat adanya skenario tentang kondisi yang lebih buruk, yaitu pertumbuhan sebesar minus 0,4 persen. Disebut skenario sangat berat, sedangkan yang 2,3 persen disebut skenario berat. Bank Dunia bahkan memproyeksikan angka minus 3,5 persen untuk skenario lower case, sedangkan yang 2 persen disebut skenario baseline.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I-2020 masih didukung kondisi semua lapangan usaha. Belum ada yang tumbuh minus secara year on year, atau dibandingkan triwulan I-2019. Namun, beberapa diantaranya telah tumbuh dengan tingkat yang jauh lebih rendah.
Untuk mengukur dampaknya pada pertumbuhan ekonomi, beberapa sektor bisa dicermati seberapa sumbangannya. Sumber pertumbuhan triwulan I-2020 (2,97 persen) tertinggi berasal dari Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi (0,53 persen), Jasa Keuangan dan Asuransi (0,44 persen), Industri Pengolahan (0,44 persen), Konstruksi (0,29 persen). Sedangkan 13 sektor lainnya secara bersama-sama menyumbang 1,27 persen.
Kontribusi sektor Informasi dan Komunikasi tampak sedikit meningkat dari biasanya. Begitu pula dengan jasa keuangan dan asuransi. Keduanya mencatat laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari triwulan I tahun sebelumnya. Kontribusi keduanya diprakirakan akan tetap positif selama setahun 2020. Namun sektor jasa keuangan dan asuransi akan alami penurunan kontribusi.
Industri pengolahan telah menyumbang lebih rendah dari biasanya. Jika pada triwulan I-2020 sebesar 0,44 persen, padahal pada triwulan I-2019 menyumbang 0,82 persen. Rata-rata sumbangan setahun pada 2017-2019 sebesar 0,84 persen. Diprakirakan justru memberi sumbangan mendekati nol persen hingga minus atau terkontraksi pada tahun 2020.
Kontruksi yang menyumbang 0,29 persen lebih rendah dibanding triwulan I 2019 yang 0,59 persen. Pada 2017-2019 rata-rata menyumbang 0,62 persen. Diprakirakan setahun nanti menyumbang nol persen, bahkan terkontraksi.
Sektor perdagangan triwulan I-2020 masih bisa tumbuh dan menyumbang 0,22 persen. Namun sumbangan selama 2017-2019 rata-rata mencapai 0,62 persen per tahun. Berpotensi alami kontraksi selama setahun berjalan nanti.
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum hanya menyumbang 0,06 persen pada triwulan I-2020. Tahun lalu masih bisa menyumbang 0,18 persen. Begitu pula dengan sektot Transportasi dan Pergudangan yang masih menyumbang 0,05 persen pada triwulan I, namun di bawah rata-ratanya selama ini. Kedua sektor nyaris dipastikan berkontribusi minus pada tahun 2020.
Salah satu yang mengejutkan adalah sektor pertanian yang pada triwulan I-2020 tidak berhasil berkontribusi atau sebesar nol persen. Padahal selama setahun lalu bisa menyumbang 0,46 persen. Sektor ini masih mengundang tanda tanya besar tentang prakiraan kontribusinya selama setahun nanti. Jika tidak ada kebijakan khusus dari pemerintah, amat mungkin untuk pertama kalinya memberi kontribusi minus.
Pertumbuhan ekonomi triwulan I-2020 dapat pula dilihat dari sumbernya pada sisi pengeluaran. Sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT) sebesar 1,56 persen dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 0,56 persen. Dari komponen lainnya sebesar 0,85 persen.
Kontribusi komponen PK-RT pada triwulan I-2020 jauh lebih rendah dari rata-rata tahunan pada 2017-2019 yang 2,72 persen. Melemahnya daya beli masyarakat akibat pendapatan mereka yang turun drastis akibat pandemi berpotensi membuat kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi di kisaran nol persen selama tahun 2020.
Begitu pula dengan komponen PMTB lebih rendah dari rata-rata kontribusinya yang mencapai 1,87 persen pada 2017-2019. Dapat dipastikan pengeluaran investasi berbagai pihak akan turun drastis ataupun ditunda hingga pandemi betul-betul berhenti. Kemungkinanya untuk kontribusi minus cukup besar.
Komponen yang diharapkan masih berkontribusi positif dan diharapkan sedikit meningkat adalah pengeluaran Konsumsi Pemerintah. Meski kontribusi triwulan I-2020 sedikit lebih rendah dari rata-ratanya, namun terindikasi akan meningkat pada triwulan berikutnya. Penyebab utamanya adalah masifnya bantuan sosial pemerintah pusat dan daerah.
Secara umum, skenario yang masih melihat kemungkinan pertumbuhan di atas 2 persen berasumsi pandemi berakhir paling lambat awal Juni. Jika pandemi baru berakhir pada akhir Juli, maka skenario pertumbuhan minus yang akan terjadi. Makin lambat pandemi berakhir dan PSBB berlangsung lebih lama, maka skenario amat buruk dapat saja terjadi.
Penulis berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2020 nyaris pasti akan minus atau terkontraksi. Sekurangnya di kisaran minus 1 persen. Dan dapat lebih terpuruk hingga 4-5 persen.
Bagaimanapun, upaya pemerintah yang lebih terkoordinasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan masih dimungkinkan mencegah terjadinya skenario amat buruk dalam perekonomian. Jika ditambah dengan peningkatan signifikan dalam kepedulian antar sesama, maka kondisi amat buruk masih mungkin dihindari.
Kita tengah diuji sebagai suatu bangsa dan suatu negara. Semoga bisa kita lewati dengan sebaik-baiknya.
*Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri
Diskusi tentang post ini