“Walaupun masih ada ruang terbuka dalam penyempurnaan Islamicity Index, tetapi indeks ini membantu negara-negara mayoritas muslim untuk mempunyai standar yang sesuai dengan nilai-nilai Islam universal dalam kerangka memperbaiki kinerja negara-negara mayoritas muslim,” ucap Farouk.
Pembangunan Berbasis Islam
Pemaparan selanjutnya yakni Prof. Dr. Muhammad Syukri Salleh dalam gilirannya mengangkat isu How to Sustain Islamic-Based Development. Menurutnya ada dua perspektif yang dapat dipakai guna mengupas masalah pembangunan. Pertama, etnosentrik Barat dengan berbagai variannya (neo-classical ataupun radical theories), dan kedua, perspektif Islam (Tauhid [Aqidah], Fiqh [Shariah], dan Tasawuf [Akhlak]).
Alumnus PhD Oxford University ini meyakini bahwa sebagai seorang Muslim, pembangunan berbasis Islam ataupun manajemen pembangunan Islam adalah aplikasi pembangunan yang akan membawa keberhasilan.
“Kondisi di mana mayoritas negara-negara Muslim yang masih terbelakang saat ini adalah karena mereka tidak mengaplikasikan Islamic-based Development (IBD),” ujar Prof Syukri Salleh ketika diskusi berlangsung.
Dalam praktiknya, Prof Syukri Salleh memaparkan bahwa ada dua pendekatan dalam mengaplikasikan IBD. Pertama adalah dengan pendekatan top down seperti beberapa kali dilakukan di Malaysia, yang di antaranya diterapkan oleh Mahathir Muhammad dengan konsep Inculcation of Good Values, Abdullah Ahmad Badawi dengan Islam Hadhari, Mohd Najib dengan Malaysia Sharia Index, Mahathir Muhammad (bersama Pakatan Harapan) dengan konsep Rahmatan lil-‘Alamiin, dan terakhir Sri Muhyiddin Yasin dengan pendekatan Manhaj Rabbani.
Sedangkan pendekatan bottom up di antaranya adalah Darul Arqam dan Global Ikhwan di Malaysia, Daarut Tauhiid di Indonesia, dan Ban Nua Community di Thailand.
Problem utama penerapan IBD, menurut Prof Syukri Salleh, adalah sustainability. “Inisiatif top down tidak berlanjut ketika kekuasaan para pendukungnya tidak berlanjut lagi, sedangkan inisatif bottom up berhenti ketika ada persoalan dengan otoritas,” ucapnya.
Pada akhir pemaparan Prof Syukri Salleh menyampaikan bagaimana menjadikan pembangunan berbasis Islam berhasil.
Beberapa untuk disebutkan adalah, pertama, pembangunan harus didasari Iman dan Taqwa, di mana konsep hablum-minallah wa hablum-minannas digunakan untuk mewujudkan negara yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur (QS, 34:15).
Kedua, kemauan politik (political will), seperti yang dilakukan di Brunei maupun Malaysia. Walaupun dalam konteks ini, Brunei sebagai negara monarki lebih memberikan kestabilan dalam implementasi—dibandingkan Malaysia dengan perubahan politiknya.