Scroll untuk baca artikel
Blog

Roger Waters di Tengah Konflik Israel-Palestina

Redaksi
×

Roger Waters di Tengah Konflik Israel-Palestina

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – “Protes adalah kekuatan. Layaknya sebuah paduan suara, orang tidak dapat mengabaikannya.” Kata vokalis Pink Floyd, Roger Waters, dalam sebuah wawancara zoom.

Waters bukan sedang membicarakan karier bermusiknya di Pink Floyd, melainkan menyatakan dukungan kepada aksi demo yang dilakukan kelompok solidaritas yang menamakan diri ‘Palestine Action’ di Shenstone, Inggris, September 2020 lalu.

Palestine Action, kelompok yang terdiri dari aktivis dan musikus punk rock itu, selama 4 hari berturut-turut mengokupasi perusahaan senjata yang memasok peralatan tentara Israel di Gaza: Elbit Systems.

Seperti dicatat oleh Middle East Eye, Elbit Systems UK adalah bagian dari perusahaan pembuat senjata berteknologi tinggi yang memasok lebih dari 80 persen drone militer negara penjajah. Di antaranya termasuk Hermes 900 dan Hermes 450, yang digunakan secara luas dalam serangan 2014 di Gaza, di mana 2.200 warga Palestina, termasuk 500 anak-anak, terbunuh.

Usia Senja Membela Palestina

Di umurnya yang begitu sepuh, Roger Waters masih aktif berkampanye di berbagai forum atas kebiadaban Israel terhadap Palestina. Dalam sebuah wawancara, ia bercerita bahwa sikap empatiknya itu tidak datang dari ruang kedap.

Pengaruh terbesar barangkali datang dari ayahnya, Eric Fletcher Waters. Ia adalah seorang guru yang pada tahun 1934-1936 dikirim ke Jerusalem untuk mengajar penjaskes dan bahasa Inggris.

Sang ayah, semasa dua tahun hidup di Jerusalem itu, banyak mengirim surat ke rumah dan bercerita tentang keadaan sulit yang dialami penduduk asli Palestina. Namun sayang, ketika Perang Dunia II datang, ia mati muda dan saat itu Roger Waters baru berumur 5 bulan. Waters, oleh itu, tidak pernah punya ingatan tentang ayahnya.

Tapi saat beranjak remaja, Waters membaca surat-surat yang pernah ditulis ayahnya dan ia tumbuh dengan cerita-cerita di dalamnya. Bahwa, jauh di seberang sana, ada negeri bernama Palestina di mana penduduknya hidup melarat dan penuh penderitaan dan tertindas oleh kelompok lain.

Tidak mengherankan bila kemudian, semasa di Pink Floyd, ia banyak menggubah syair yang bicara ketidakadilan, penderitaan, dan bagaimana mengupayakan perlawanan terhadap penindasan. Jadi sejak di sinilah, terlihat di mana keberpihakan Roger Waters terhadap isu-isu sosial.

Dengan tema-tema demikian, Pink Floyd segera mendapat tempat bahkan sejak album pertamanya The Piper at the Gates of Dawn (1967) diluncurkan. Tema yang dipilih Pink Floyd terasa begitu menggerakkan.

Apalagi, pada zaman itu sedang bermekaran gerakan yang berbasis harapan dan cinta untuk mengubah keadan di banyak tempat.

Di Paris 1968, terjadi gerakan perlawanan anak muda terhadap kekuasaan konservatif pemerintahan De Gaulle. Di Cekoslowakia terjadi Revolusi Beludru yang dimulai tahun awal 60’an. Di benua Afrika, banyak negara mulai memproklamirkan kemerdekaannya dan terus berjuang setelah merdeka.

Dan Pink Floyd, dengan lagu-lagunya, mengiringi semua gerakan revolusi yang mayoritas dimotori anak muda itu. Lagunya berjudul Hey You menyediakan jargon ‘Together we stand, divided we fall’ dan itu dipakai oleh banyak kelompok sebagai pelengkap perjuangan.

Roger Waters sendiri juga mengerjakan album solo selain di Pink Floyd. Secara eksplisit ia menegaskan keberpihakannya pada Palestina dalam album solo keempatnya, Is This the Life We Really Want, pada tahun 2007.

Dalam album itu, Waters memasukkan satu karya penyair Palestina, Mahmoud Darwish, di lagu berjudul Wait for Her. Darwish sendiri dikenal sebagai simbol perlawanan bangsa Palestina dan merupakan salah satu anggota Organisasi Pembebasan Palestina, PLO.