Di Paris 1968, terjadi gerakan perlawanan anak muda terhadap kekuasaan konservatif pemerintahan De Gaulle. Di Cekoslowakia terjadi Revolusi Beludru yang dimulai tahun awal 60’an. Di benua Afrika, banyak negara mulai memproklamirkan kemerdekaannya dan terus berjuang setelah merdeka.
Dan Pink Floyd, dengan lagu-lagunya, mengiringi semua gerakan revolusi yang mayoritas dimotori anak muda itu. Lagunya berjudul Hey You menyediakan jargon ‘Together we stand, divided we fall’ dan itu dipakai oleh banyak kelompok sebagai pelengkap perjuangan.
Roger Waters sendiri juga mengerjakan album solo selain di Pink Floyd. Secara eksplisit ia menegaskan keberpihakannya pada Palestina dalam album solo keempatnya, Is This the Life We Really Want, pada tahun 2007.
Dalam album itu, Waters memasukkan satu karya penyair Palestina, Mahmoud Darwish, di lagu berjudul Wait for Her. Darwish sendiri dikenal sebagai simbol perlawanan bangsa Palestina dan merupakan salah satu anggota Organisasi Pembebasan Palestina, PLO.
Boikot, Divestasi, dan Sanksi
Pembelaan Roger Waters terhadap Palestina bukan hanya berhenti di karya musik. Sejak sekitar 2005, Waters ikut memelopori gerakan sosial BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi) terhadap Israel.
“Betapa bajingan! Mereka (Israel) membunuh anak dalam keseharian, hampir secara rutin, bahkan bisa dikata itu menjadi bagian dari kebijakan pemerintahannya. Lalu apa yang harus Anda lakukan, menyetem gitar?” kata Waters saat ditanya alasannya terlibat BDS di kanal berita Palestine DeepDive News Channel.
Seiring kampanye BDS berkembang pesat, tak jarang Waters dituduh sebagai antisemit.
Namun tanggapan Waters cukup menarik. Dalam satu wawancara lain dengan Global Consortium for Sustainable Peace, Waters menyebut cap antisemit kepadanya datang dari propaganda orang-orang yang jalan pikirannya ruwet, yang gemar berpikir ruwet dalam memandang konflik Israel-Palestina.
“Orang menyebut perseteruan Israel-Palestina adalah masalah yang kompleks padahal bukan. Itu sesederhana pertanyaan apakah kita percaya atau tidak dengan hak asasi manusia. Saya memercayai itu, dan pemerintah Israel tidak.” Sesederhana itu menurut Waters.
Sikap kritis Waters juga disasarkan kepada rekan-rekan musikusnya. Ia berkirim surat kepada banyak sekali musikus dan mengampanyekan agar mereka tidak melakukan konser di Israel. Walau, tidak semua setuju dengan Roger Waters.
Bon Jovi, pada tahun 2015, tetap mengadakan konser di Ibukota Israel Tel Aviv, meskipun sudah menerima surat dari Waters.
Waters segera menyalak dan menyebut bahwa Bon Jovi tak ubahnya ‘pendukung imigran pembakar bayi’.