Oleh: Chusnatul Jannah
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)
Barisan.co – Media sosial dihebohkan dengan tagar #IndonesiaButuhKerja. Tagar itu ditulis kalangan selebritis tanah air. Dari youtuber, artis sinetron hingga penyanyi. Publik menilai tagar itu memiliki promosi terselubung, yakni upaya mendukung RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang masih pro dan kontra. Sebagaimana diketahui, RUU Cipta Kerja ditolak sebagian besar masyarakat, utamanya kalangan buruh. Sebab, RUU ini banyak merugikan buruh dan lebih menguntungkan para pengusaha investor. Hal ini nampak dari pasal-pasal kontroversi yang banyak dikritisi masyarakat.
Di antaranya, kemudahan dalam perizinan, pengaturan upah yang tidak lagi mengacu pada upah minimum kabupaten/kota. Dalam RUU itu disebutkan bahwa upah diberikan dengan skema per jam. Aturan ini menjadi perdebatan karena buruh seakan hanya jadi mesin produksi perusahaan. Sangat tidak manusiawi.
Belum lagi pasal tentang penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, dan kemudahan berusahan yang lebih kental memberi ruang istimewa bagi para investor. Seperti harapan di awal rancangan UU ini, Omnibus Law Cipta Kerja ditujukan untuk mempermudah perizinan dan aturan administrasi yang ribet bagi investor.
Belum lagi kontroversi mengenai perlindungan terhadap lingkungan dan alam. Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan hanya menetapkan sanksi adminstratif bagi pengusaha yang melakukan pelanggaran. Pengusaha tak lagi bisa dikenai sanksi pidana jika ketahuan melakukan kesalahan dan merugikan pihak lain. Aturan ini berbahaya bagi keberlangsungan lingkungan. Tak ayal, bukan hanya kaum buruh yang menolak, aktivis lingkungan hidup juga ikut mengkritisi RUU ini.
Seolah tak mau menyerah, banyak cara menuju pengesahannya. RUU ini pun dipromosikan dengan tagar yang dipublikasikan oleh artis dan influencer tanah air. Tak heran bila warganet mencurigai pemerintah mencoba mendapat dukungan melalui para pesohor tanah air.
Dilansir dari Voi.id, 13/08/2020, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai meski tak ada aturan yang dilanggar namun menggunakan artis untuk menggalang dukungan terhadap rancangan perundangan ini dianggap tidak tepat.
Menurutnya, cara semacam ini terlihat seperti upaya pembodohan publik karena yang dikampanyekan para artis tak masuk substansi RUU itu sendiri. Bisa saja para artis itu tak paham dengan RUU yang mereka kampanyekan. Beberapa artis sempat menghapus postingan ‘endorse‘ RUU Cipta Kerja.
Sepertinya upaya untuk mendapat simpati dan dukungan terhadap RUU Cipta Kerja masih terus dilakukan. Dalam jejak digital, beberapa narasi mendukung RUU ini nampak berseliweran di jagat maya.
Salah satunya survei yang dilakukan Charta Politika Indonesia. Hasil survei itu menyatakan 55 persen masyarakat mengatakan RUU Cipta Kerja berdampak positif pada perekonomian. Sedangkan 55,5 persen responden mengatakan setuju jika RUU Ciptaker disahkan. Alasan responden yang setuju adalah RUU ini untuk stimulus ekonomi bagi pertumbuhan negara.
Selain itu, narasi yang sering dipakai bagi kelompok yang setuju terhadap RUU ini adalah karena RUU ini menciptakan iklim investasi yang memudahkan usaha. Jika investasi dipermudah, lapangan pekerjaan akan tercipta. Kegiatan ekonomi akan lancar karena regulasi dan perizinan yang ruwet dipermudah. Benarkah demikian?
Pada faktanya, investasi tak selalu berbanding lurus dengan lapangan kerja.
Ada investasi yang justru menggerus tenaga kerja pribumi. Salah satunya investasi asing. Belum disahkan saja, TKA Cina terus berdatangan dengan alasan skill TKA dibutuhkan. Investasi tidak selalu membuka lapangan kerja. Bagi tenaga kerja asing mungkin iya, tapi bagi tenaga kerja lokal jelas tidak.
Masalah ketenagakerjaan dalam kapitalisme selalu menjadi polemik tak berkesudahan. Layak pula bila RUU ini sangat ditentang para buruh. Sebab, RUU ini menghilangkan nilai keadilan, kesejahteraan, jaminan, perlindungan, dan kemanusiaan.
Dalam sistem kapitalisme, masalah gaji atau upah masih menjadi problem yang belum tuntas. Karena tidak ada jaminan bagi rakyat dalam hal kebutuhan dasar mereka seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Akibatnya, semua kebutuhan dasar itu menjadi beban berat bagi para pencari nafkah keluarga.
Seandainya, kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, kesehatan, dan pendidikan dijamin negara, para buruh juga tidak akan galau memikirkan upah. Sebab, negara menjamin kebutuhan dasar kehidupan rakyat. Inilah problem yang tidak pernah tersolusikan. Alhasil, buruh belum sejahtera. Beban ekonomi kian berat.
Selama paradigma berpikir pemerintah didominasi kapitalisme, hak rakyat akan terus tergadai demi kepentingan oligarki dan para kapital. Segala cara dilakukan meski ditentang. Tak pernah kehilangan akal agar mendapat persetujuan rakyat.
Bagi kalian para artis, cobalah membuka pikiran. Jangan asal endorse sesuatu yang justru melanggengkan potensi kezaliman penguasa. Tanggung jawabnya berat. Meski artis, tetaplah harus punya sisi etis dan empati terhadap nasib rakyat.
Diskusi tentang post ini