MICE (meetings, incentives, conventions, exhibitions) jadi tren pariwisata beberapa waktu terakhir.
BARISAN.CO – Ketua Jakarta Tourism Forum (JTF) Salman Dianda Anwar mengatakan, tahun 2022 adalah pertanda nyaris sempurna bagi sektor pariwisata kembali bergeliat.
Masyarakat kini lebih percaya diri untuk keluar rumah sebab COVID-19 telah mereda. Hampir semua moda transportasi mengalami pengingkatan jumlah penumpang dibanding tahun lalu.
Adapun tujuan mereka bepergian, menurut Salman, didominasi kegiatan leissure (berlibur) maupun tujuan personal lainnya.
Namun yang menarik, data juga menunjukkan kenaikan signifikan dari wisatawan yang bertujuan bisnis.
“Ada satu kegiatan pariwisata yang bernama MICE (meetings, incentives, conventions, exhibitions—red). Sejak pertengahan tahun 2021 aktivitas MICE terus membaik sampai dengan Agustus 2022 kemarin,” kata Salman saat dihubungi Barisanco, Kamis (20/10/2022).
Salman mengatakan, MICE di Indonesia bukan hanya didominasi oleh wisatawan lokal, tetapi juga mancanegara.
“Hampir setiap pekan gedung, kampus, hotel, dan plaza-plaza di Jakarta mengakomodasi kegiatan MICE. Mulai dari pameran, kegiatan musik, konferensi, selalu padat apalagi setelah COVID-19 makin terkendali,” kata Salman.
Secara umum, kata Salman, MICE di Indonesia memang cukup menjanjikan. Terutama sebab munculnya tren di mana perusahaan-perusahaan dunia cenderung mencari wadah yang bisa menampung sekelompok orang secara bersama-sama di luar lingkungan perusahaan.
Salman mengatakan Jakarta dan Bali masih menjadi rujukan utama kegiatan MICE di Indonesia. “Jakarta sebab fasilitasnya yang sangat memadai.”
Di ibu kota, misalnya, tempat-tempat seperti Jakarta International Expo (Jiexpo) dan Jakarta Convention Center (JCC) adalah beberapa yang sering dipilih para wisatawan untuk aktivitas MICE.
“Sekarang ditambah lagi dengan Jakarta International Stadium (JIS). Ke depan, stadion ini berpotensi digunakan untuk menggelar MICE, selain sebab mudah dijangkau transportasi publik, JIS secara standar sangat layak menggelar MICE dilihat dari sisi manapun,” kata Salman.
Ancaman Resesi
Meski pandemi sudah terkendali, masih ada satu lagi tantangan sektor pariwisata yakni resesi ekonomi. Resesi sudah dipastikan akan terjadi tahun depan, meski belum diketahui seberapa besar dampaknya terhadap perekonomian.
Akan tetapi, Salman optimistis bahwa resesi tidak akan menurunkan semangat sektor pariwisata untuk terus bangkit.
“Resesi pasti berdampak bagi sektor pariwisata. Bagaimanapun pariwisata itu dari mulai ongkos perjalanan, pengeluaran, penginapan, pasti akan selalu dievaluasi dan direvisi kondisi perekonomian. Kita berharap dampak resesi tidak terlalu besar,” jelas Salman.
Menurut Salman, jika pemerintah bisa menetapkan langkah strategis, ancaman resesi bisa diredam. Hal tersebut bisa dimulai dengan menetapkan aktivitas pariwisata mana saja yang perlu didukung penuh.
Beberapa di antara aktivitas andalan itu, menurut Salman, yakni MICE, halal tourism, fashion, special event—meliputi musik, olahraga, dan pagelaran budaya—dan kuliner. Subsektor-subsektor ini menurutnya lebih tahan guncangan dan berkelanjutan.
“MICE, misalnya, sejauh ini sudah terbukti memiliki multiplier effect (efek pengganda, red) yang cukup besar. Sebuah perusahaan yang mengadakan pertemuan di suatu tempat bisa meningkatkan arus transportasi, memicu terjadinya perdagangan, industri grafis, penginapan, stage production, audio-visual, dan lain-lain,” kata Salman.
“Sejak 2019 JTF sudah mengusulkan agar aktivitas-aktivitas pariwisata ini didukung penuh, terutama MICE untuk kasus Jakarta. Kami melihat ada potensi yang besar dan sekarang adalah momentum yang tepat untuk mendorong aktivitas-aktivitas pariwisata ini sebagai andalan,” lanjut Salman. [dmr]