BARISAN.CO – Pandemi telah berlangsung lebih dari setahun terakhir, namun begitu belum ada kepastian rasa aman bagi anak. Anak-anak tentu merasakan kerinduan untuk kembali ke sekolah.
Ibu dari tiga orang putri, Jantu Sukmaningtyas mengatakan jika ia pernah ditanya oleh anaknya waktu untuk sekolah tatap muka.
“Saya jawab jika pandemi sudah berlalu, virus corona sudah hilang, dan semua orang sudah divaksin,” kata Sukma.
Sejak Senin (30/8/2021), Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas sudah dilaksanakan di 610 sekolah di DKI Jakarta. Hal itu lantaran Pemprov DKI Jakarta menerapkan PPKM Level 3 yang terhitung sejak 24 Agustus 2021.
PTM Terbatas Tahap 1 di Provinsi DKI Jakarta digelar dengan kapasitas 50 persen pada setiap satuan pendidikan. Namun, hal itu masih menyisakan kekhawatiran bagi orang tua.
Sukma menuturkan tentu adanya kekhawatiran jika anak-anaknya harus sekolah, namun belum di vaksin karena dikhawatirkan adanya celah saat mereka lengah dalam menjalankan prokes.
“Terlebih anak-anak usia SD masih gemar bermain dan berkumpul bersama. Mungkin ada kalanya saat pengap memakai masker berjam-jam, mereka akan melepas masker,” tutur Sukma.
Hal senada disampaikan oleh seorang Ibu pekerja di Jakarta bernama Ika. Ia merasa sangat khawatir terutama anaknya masih berusia 9 tahun.
“Anak seumuran itu belum bisa memahami betul-betul soal jaga jarak, jaga kebersihan dan lainnya, serta meskipun sudah vaksin masih bisa tertular,” kata Ika.
Tidak dapat dipungkiri, anak-anak merindukan waktu sekolah saat sebelum pandemi terjadi.
Sukma menyampaikan jika anak-anaknya rindu bertemu dengan temannya, belajar bersama, serta berada di sekolah dengan ruang kelas dan bangku-bangku sekolahnya.
Sama halnya dengan Ika, jika anaknya yang senang bermain bersama teman memang sangat ingin sekali pergi ke sekolah seperti dahulu sebelum pandemi.
Belajar daring tentu bisa menjenuhkan terutama bagi anak-anak yang harus belajar di depan layar dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh pihak seholah. Sehingga orang tua perlu mencari cara untuk dapat mengatasi kejenuhan tersebut agar anak tetap semangat belajar.
“Mereka biasanya tiap sore bermain bersama teman-teman sekampungnya untuk bersepeda atau bermain bulutangkis. Malamnya mereka mengaji di rumah tahfiz di komplek saya bersama teman-teman di sekitar sini. Jadi, mereka tidak full didalam rumah seharian. Ada aktivitas dan interaksi lain bersama temannya. Di akhir pekan, ada program rumah tahfiz untuk mengajak anak keluar berolahraga di alam terbuka. Hal hal seperti ini membuat anak lebih memiliki kegiatan alternatif selain sekolah,” ujar Sukma.
Sedangkan Ika menekankan kepada anaknya jika belajar dengan cara apapun tetap sama dan ia juga menyemangati agar terus bersabar dan belajar dengan tekun.
“Keluh kesah anak sekolah saat pandemi lewat daring kalau dibikin novel sangat bagus sebenarnya. Sebagai orang tua juga harus bisa membagi’ waktu dan keluh kesah anak. Belum lagi banyak drama, waktu, pikiran dan energi yag terkuras,” pungkas Ika dengan tertawa. [rif]