Prof. Slamet sempat menjadi rektor Universitas Indonesia selama setahun (1973-1974), menggantikan Sumantri Brodjonegoro yang meninggal pada tahun 1973.
Menjaga Kehormatan Nasional
Dalam buku biografinya, Prof. Slamet banyak menyisipkan humor-humor bernas yang sering ia lontarkan selama hidupnya. Suatu saat, ia pernah didatangi utusan dari Istana dan tiba-tiba ditanya: “Apakah Profesor Slamet anti Bung Karno?”
Kaget, Prof. Slamet langsung menanggapi kenapa pertanyaan itu diluncurkan kepadanya. Sang utusan Istana kemudian menjelaskan, “Semua tokoh Universitas Indonesia sering dan biasa datang ke Istana. Cuma Prof. Slamet yang tidak pernah kelihatan.”
Menanggapi itu, Prof. Slamet meminta informasi kepada utusan Istana, siapa saja yang biasa datang ke Istana. Sang utusan Istana kemudian menyebutkan nama-nama: Prof. Sarwono, Prof. Djoened, Prof. Ouw Eng Liang, Prof. Asikin, Prof. Aulia, dan lain-lain.
“Saya tidak pernah datang, oleh karena saya menjaga kehormatan nasional, jelas atau tidak?” Kata Prof. Slamet.
“Kehormatan bagaimana?”
“Begini, Prof. Sarwono adalah ahli kandungan. Kalau beliau datang ke Istana, barangkali Ibu Fatmawati sakit atau perlu diperiksa dalam hal yang urusannya dengan kandungan. Prof. Djoened adalah ahli penyakit anak-anak. Jadi barangkali Guntur atau adik-adiknya sakit.Prof. Ouw Eng Liang adalah ahli penyakit gigi. Mungkin, salah satu penghuni Istana sakit gigi.”
Prof. Slamet melanjutkan, “Prof. Asikin dan Prof. Aulia adalah ahli penyakit dalam. Mungkin batu ginjal Presiden Soekarno ngadat. Lha, saya ini kan ahli penyakit syaraf dan jiwa. Jadi, … ?”
Sang utusan tiba-tiba berdiri, langsung keluar. Tak lama kemudian ia masuk, duduk lagi. Sambil ketawa terpingkal, sang utusan Istana berkata dalam bahasa Jawa: “Mbok menawi mangsuli, ampun mekaten!” Prof. Slamet menjawab, “Lha, kados pundi?” (“Kalau menjawab, mbok jangan begitu!” “Lha, gimana dong?”).