Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Tembus Rp6.000 Triliun, Utang Pemerintah Makin Rawan

Redaksi
×

Tembus Rp6.000 Triliun, Utang Pemerintah Makin Rawan

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Posisi utang pemerintah setiap tahun cenderung meningkat. Pada akhir Desember 2020, angka hutang pemerintah mencapai Rp6.074, 56 triliun. Padahal tahun sebelumnya hanya Rp4.786,5 triliun. Artinya bertambah 26, 91 persen dari tahun sebelumnya.

“Naiknya banyak. Hutang pemerintah kali ini kondisinya rawan,” ujar Awalil Rizky, Kepala Ekonom Insititut Harkat Negeri (IHN) dalam acara webinar portal Barisan.co, Kamis (11/02/2021).

Rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 39, 63 persen pada akhir Desember 2020. Meningkat drastis dari rasio akhir tahun 2019 yang masih sebesar 30,23 persen. Selama periode 2016 – 2019, rasio utang relatif terjaga di kisaran 30 persen.

“Pandemi Covid-19 mengakibatkan kenaikan utang menjadi jauh lebih tinggi dari biasanya,” ungkapnya.

Seperti yang kita ketahui, pandemi yang melanda semua negara ini menyebabkan terganggunya kesehatan dan ekonomi yang signifikan di Indonesia. Pemerintah kemudian melakukan pinjaman ke lembaga multilateral untuk menghadapi wabah Corona.

Tampaknya pemerintah masih yakin posisi utang saat ini aman. Terutama karena masih jauh dari batas yang diperbolehkan Undang-Undang. Menurut Awalil masalah utamanya bukan berapa dan posisi utangnya, melainkan bagaimana membayarnya.

Pembayaran mencakup pelunasan pokok utang atau pembayaran cicilan pokok, serta pembayaran bunga. Perhitungan berdasar realisasi sementara APBN 2020 dan informasi lainnya dari Kementerian Keuangan, pembayaran beban utang hanya sebesar Rp737,9 triliun. Nilainya sedikit menurun dibanding tahun 2019.

“Pelunasan pokok utang turun signifikan sesuai jadwalnya, sedangkan pembayaran bunga utang meningkat,” katanya.

Meski nominal pembayaran beban utang menurun pada tahun 2020, namun pendapatan juga mengalami penurunan yang lebih drastis. Rasionya pun meningkat menjadi 45,17 persen dari 42,74 persen pada tahun 2019. Rasio ini merupakan gambaran umum tentang berat atau ringannya beban tersebut. “Perlu diketahui bahwa rasio sudah cenderung meningkat sebelum pandemi,” jelasnya.

Risiko ini secara sederhana dapat diartikan sebagai pemburukan kondisi yang bersifat tidak terduga atau sekurangnya melampaui yang diharapkan. Terutama berhubungan dengan kemampuan memenuhi segala kewajiban, seperti pelunasan utang pokok dan pembayaran bunga. Meskipun mungkin hanya pada sebagian utang, baik yang berjenis pinjaman ataupun Surat Berharga Negara (SBN).

Awalil mengakui hingga sejauh ini, kegagalan membayar beban utang tidak pernah terjadi di Indonesia. Pada saat krisis 1997-1998, Pemerintah masih berhasil memenuhi kewajibannya, meski dengan susah payah.

Akan tetapi jika pemerintah berhasil membayar kewajiban utangnya, namun dilakukan dengan bersusah payah, maka hanya akan menggeser risiko ke tahun-tahun mendatang. Pemerintah juga tidak memiliki dana yang memadai untuk melakukan kewajiban memberi pelayanan publik, serta kesulitan melaksanakan pemerintahan yang baik.

Sementara risiko pengelolaan utang Pemerintah saat ini bertambah dalam aspek pencarian utang baru. Kondisi APBN masih memaksa pembayaran beban utang harus dilakukan dengan penarikan utang baru. Upaya tersebut berisiko tidak diperolehnya utang baru senilai yang diharapkan. Terutama jika selisih kurangnya dalam nilai yang besar.

“Dari berbagai indikator, risiko utang pemerintah saat ini dan beberapa tahun mendatang, makin meningkat. Bahkan telah memasuki tahap cukup berbahaya,” pungkas Awalil. []

Penulis: Yusnaeni
Editor: Thomi Rifa’i