Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Tetap Mensyaratkan Literasi

Redaksi
×

Tetap Mensyaratkan Literasi

Sebarkan artikel ini

Bersama menuntaskan tujuan. Kemudian, “pelayanan” adalah ujung dari kemandirian dan gotong royong, yang bersemangat rela berkorban, profesional, amanah, dan sebagainya.

Berkaitan dengan tata sejahtera, Kang Yudi menandaskan bahwa manusia adalah roh yang menjasmani. Sang pribadi yang memerlukan papan, sandang, pangan. Sehingga klop dengan rumusan sila kelima, bahwasanya muara akhir dari pembangunan negeri ini adalah tatanan masyarakat berkemakmuran yang berkeadilan.

Sebuah wilayah yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Lebih jauh, Kang Yudi menyitir pernyataan Sutan Sjahrir, “Sekali-kali, tidaklah boleh kepentingan segolongan kecil yang hartawan bertentangan dengan kepentingan golongan rakyat banyak yang miskin. Keadilan yang kita kehendaki adalah keadilan bersama yang didasarkan atas kemakmuran dan kebahagiaan.”

Lantas soal tata kelola yang diidamkan leluhur, yaitu sistem negara kekeluargaan. Sebuah demokrasi yang menekankan konsensus yang bersemangat kekeluargaan. Sebuah tatanan yang menempatkan esensi demokrasi bukan pada voting, atau pengelompokan kepentingan, melainkan pada musyawarah kolektif, dan pengambilan keputusan yang terbuka.

Demikianlah “agama sipil” Pancasila. Dan dari ketiga cakupan transformasi Pancasila itu, tetap mensyaratkan adanya basis kecerdasan di semua lini. Dalam konteks riil dan sederhana, gerakan pencerdasan itu saya pahami sebagai upaya peningkatan daya baca, dan daya menulis. Ranah mental-kultural atau kepribadian (karakter) akan bersinar terang sekira berlandas pada kekuatan literasi.

Tata sejahtera, terlebih di tata kelola, jelas mensyaratkan hikmat dan kebijaksanaan. Sehingga, literasi menjadi suatu yang tidak bisa ditawar, terkhusus buat pemangku kebijakan dan pelaku bisnis, serta masyarakat yang masih mengunggulkan daya emosi, sementara daya baca masih rendah.