PADA suatu dini, begitu sunyi. Sedemikian hening. Tiada bunyi, tiada suara menemani. Detak jam dinding seolah menemui jalan buntu. Orong-orong pun seakan malas bersenandung. Padahal saya tinggal di kompleks perumahan. Kompleks sederhana, memang. Di pinggiran lagi, pinggir Kota Ungaran.
Terapit persawahan yang mengering. Bukit-bukit yang tak lagi ditumbuhi lebat rumput ilalang dan pepohonan liar. Rumah-rumah depan dan kanan-kiri yang mengimpit gubuk saya, pun tertutup rapat. Pintu gerbang terkunci. Lampu-lampu dalam rumah dimatikan. Hanya tersisa lampu beranda yang dibiarkan tetap menyala redup.
Saat itu saya terduduk di atas kursi di beranda rumah. Saya berasa sendirian. Anak-anak masih terlelap. Mereka sedemikian anteng mendekap bantal. Pun istri saya, Rahma. Saya merasa, dini itu sedang dalam puncak gulitanya. Si terang venus tak seterang biasanya.
Bintang-bintang yang setia mengelilinginya saban malam pun turut bersembunyi. Mereka seolah enggan menampilkan diri. Apalagi bulan, yang memang bukan jatah purnama, sejak itu tak sanggup memantulkan cahaya matahari secara penuh.
Benar-benar, rasanya bumi kita yang indah biru ini lagi sendirian di tengah semesta raya. Ya, planet bumi kita ini. Selaku anggota tata surya, yang juga satu keluarga besar galaksi Bimasakti, konon berproses bersamaan dengan kemunculan bintang keemasan, Matahari.
Berbarengan dengan Merkurius dan Venus, serta planet-planet yang lain, teratur mengedari Matahari. Saat yang bersamaan dengan semiliar tata bintang yang lain, bergerak dan berpadu serasi dalam galaksi Bimasakti.
Dan, masih ada sekian miliar lagi galaksi di semesta raya ini. Yang berjarak mustahil bisa kita tempuh. Ke galaksi yang terdekat saja, galaksi Andromeda, dibutuhkan perjalanan selama 2,5 juta tahun. Itu pun jika manusia sanggup melesat secepat kecepatan cahaya, kira-kira 299.792.458 meter per detik.
Dari hitungan laju cahaya itu, para ahli fisika memperkirakan, butuh waktu 100.000 tahun untuk menyeberangi galaksi Bimasakti. Artinya, belum juga ke galaksi Andromeda yang paling dekat, untuk menyeberangi galaksi sendiri saja rupa-rupanya mustahil.
Semesta maharaya. Dan bumi kita ini sungguh bak debu yang melayang di dalam ruang seluas tak terperikan. Lantas manusia? Sungguh betapa kecil kita manusia di tengah semesta raya ini. Lagi-lagi terasa melayang sendirian.
Hmmm, dini hari kian sunyi. Hanya lampu penerang jalan dan beranda rumah yang bikin kompleks perumahan terasa ada sedikit sisa kehidupan. Sementara yang lain benar-benar menghayati istirahat totalnya. Dahan ranting berhenti menggemulai. Dedaunan tiba-tiba puasa berisik. Dan sisa angin malam menipis.