Scroll untuk baca artikel
Blog

Titik Nadir Kepakaran: Perlawanan Terhadap Pengetahuan yang Sudah Mapan

Redaksi
×

Titik Nadir Kepakaran: Perlawanan Terhadap Pengetahuan yang Sudah Mapan

Sebarkan artikel ini

Bahkan, kontribusi pendidikan tinggi pada buruknya hubungan antara para ahli dan warga negara juga tidak luput dari perhatiannya. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, dia menyebutkan keterlibatan akademisi dalam memperkeruh hubungan tersebut.

Dalam uraiannya, Nichols pun mengkritisi bagaimana perguruan tinggi memperlakukan mahasiswa sebagai klien, dan akibatnya terlalu bergantung pada kemanjuran dan relevansi penilaian mahasiswa kepada profesornya.

“Mengevaluasi guru menciptakan kebiasaan pikiran di mana orang awam menjadi terbiasa menilai ahli, meskipun berada dalam posisi yang jelas, memiliki pengetahuan yang lebih rendah tentang materi pelajaran,” keluhnya.

Karenanya, serangan terhadap para ahli dengan mencapnya sebagai “elitis” dalam wacana publik AS, jika ditarik lebih jauh tidak lepas dari keterlibatan akademisi. Naasnya, Nichols melihat serangan-serangan tersebut tidak berdasar pada ketidaktahuan, melainkan berdasar pada kesombongan dan kemarahan semata akibat budaya narsistik di sana yang semakin menjadi-jadi, yang berujung pada pengkondisian ketidaksetaraan dalam bentuk apa pun.

Padahal, demokrasi menurut Nichols mestinya memberikan “kondisi kesetaraan politik”: satu orang, satu suara, semua orang setara di mata hukum. Itulah mengapa, ia mengkhawatirkan bahaya dari matinya kepakaran ini.

Utamanya, godaan dalam masyarakat demokratis yang terperangkap dalam “desakan kebencian pada kesetaraan”. Sebab, hal itu bisa berubah menjadi “ketidaktahuan yang menindas” jika dibiarkan. Dan, lagi-lagi, ruang perdebatan menjadi tidak menarik untuk diisi.

Diautoriq Husain, Penulis, tinggal di Jakarta