Scroll untuk baca artikel
Blog

Titik Temu Ketakwaan dalam Selimut Ramadan

Redaksi
×

Titik Temu Ketakwaan dalam Selimut Ramadan

Sebarkan artikel ini

Dan lahirlah Sufi-sufi Muhammadis yang berorientasi di dalam dua semesta sekaligus dengan konsep Taqwa dan Tawakkal. Demi mencari ridla-Nya di dunia dan di akhirat. Dan tutuplah layar kerahiban yang lari dari tanggung jawab sosial untuk mencari kepuasan spiritual semata. 

Kerahiban merupakan penyimpangan dari perolehan ketawakalan demi mencapai kesucian pribadi semata, sehingga tertutup baginya untuk menyentuh semesta ketakwaan (pengabdian sosial). “Dan mereka mengada-adakan kerahiban yang tidak Kami perintahkan kepada mereka.” (Al-Hadid: 27)

Insan Kamil

Di dalam dimensi tawakkal dimana setiap indivu muslim telah menemukan titik beda dengan semua individu lain, agama Islam bahkan menemukan titik temu dengan semua agama yang ada. Sebaliknya di dalam dimensi taqwa ketika individu seorang muslim telah menemukan titik temu dengan semua individu manusia, Islam berada di dalam titik beda dengan agama lain, karena keluasan syariatnya yang mencakup urusan duniawi. Hal itu membuat Islam sering diberi predikat sebagai agama materialis oleh pihak lain. 

Namun betapa pun akhirnya harus diakui bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang berhasil memadukan dua dimensi yang biasa dipertentangkan dengan konsep wujud berpasangan (zaujaini). Yaitu dunia-diri yang dapat diatasi oleh Sayidina Isa AS dengan sifat Quddusnya dan dunia-milik yang berhasil diatasi oleh Sayidina Musa AS dengan teknologi-nya (tongkat). 

Dunia diri dan dunia milik merupakan masalah paling dasar di dalam kehidupan manusia, karena keduanya sulit untuk dipadukan di dalam proses aktual tanpa yang satu membantai yang lain. Dampaknya di dalam sejarah beragama pernah memecah ummat Islam menjadi paham Jabariyah dan Qadariyah, golongan Hakekat dan Syariat serta Kaum Sufi dan Fuqaha’. 

Hal itu tidak akan bisa terjadi bila kita sadar bahwa di dalam Islam tidak ada konsep kepemilikan. Semua fasilitas yang disebut dunia milik telah kita terima sebagai amanah atau titipan Tuhan yang harus kita sampaikan kepada yang berhak, yaitu kehidupan. (Al-Ahzab: 72); “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak.” (An-Nisa’: 58)

Selanjutnya untuk memotivasi diri dengan taqwa dan tawakkal di dalam setiap proses aktual, Al-Qur’an mengajarkan teknis dasar yang tersirat di dalam kalimat doa: “Tuhan, masukkanlah aku (ke dalam dunia diri) dengan benar (tawakkal) dan keluarkanlah aku (ke medan amanat) dengan benar (taqwa) dan jadikan bagiku kekuatan penolong dari hadiratMu.” (Al Isra: 80).

Oposisi Terbuka
Kolom

Puasa Ramadhan adalah jeda spiritual