Pada tahun 2020 pun rasionya kemungkinan akan melebihi prakiraan pemerintah yang 38%. Prakiraan posisi utang sebesar Rp6.150 triliun dibandingkan PDB sebesar Rp15.725 triliun adalah sebesar 39,11%.
Penulis berpandangan berdasar kinerja APBN tahun 2020 dan prakiraan berdasar APBN tahun 2021, maka posisi utang kemungkinan akan melampaui Rp10.000 triliun pada tahun 2024.
Rasionya pun akan sulit dijaga dalam rentang yang ditargetkan oleh Pemerintah. Dikaitkan dengan proyeksi PDB nominal, maka rasio utang dapat mencapai 45% atas PDB pada akhir tahun 2024.
Beberapa faktor memberi kontribusi atas kecenderungan ini. Posisi utang yang akan meningkat signifikan karena kebutuhan pembiayaan utang, yang didorong oleh kebijakan Pemerintah yang masih ingin APBN bersifat ekspansif. Ditambah faktor kurs yang cukup rawan di masa mendatang. Sedangkan peningkatan nilai nominal PDB akan terkendala oleh pertumbuhan ekonomi yang jika kembali ke lintasannya, hanya di kisaran 5%.
Tentu ada pengecualian, yakni perekonomian dilanda inflasi tinggi yang akan meningkatkan nilai PDB nominal. Bagaimanapun, otoritas ekonomi dipastikan akan sangat serius mencegah hal ini, karena inflasi tinggi akan menimbulkan banyak soalan lain yang lebih kompleks dan memberatkan.
Semoga Pemerintah tak hanya merespon persoalan ini dengan mengatakan bahwa 45% pun masih di bawah batas aman yang 60%. Batas itu adalah yang diperbolehkan oleh Undang-Undang, yang perlu diskusi serius untuk menilainya sebagai batas aman bagi keberlanjutan fiskal Indonesia.
*Awalil Rizky, Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri