Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Utang Sektor Publik Mencapai 12.500 Triliun

Redaksi
×

Utang Sektor Publik Mencapai 12.500 Triliun

Sebarkan artikel ini

Oleh: Awalil Rizky, Ekonom

Utang pemerintah merupakan topik perbincangan yang sering mengemuka di media masa dan media sosial. Pemerintah biasa mengumumkan posisinya tiap bulan dalam publikasi APBN Kita. Publikasi terkini adalah APBN Kita Juli 2021, yang menyebut posisi utang pemerintah pada akhir Juni 2021 sebesar Rp6.554,56 triliun.

Sebagian netizen dibingungkan dengan data lain, yaitu utang luar negeri (ULN) Indonesia. Keduanya memang beririsan, namun cakupannya jauh berbeda. ULN Indonesia terdiri dari ULN pemerintah, Bank Indonesia dan pihak sawasta. Sedangkan Utang Pemerintah mencakup ULN Pemerintah dan utang dalam negeri Pemerintah.

Data ULN dipublikasi oleh Bank Indonesia tiap bulan dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). Publikasi terkini berupa SULNI edisi Juli 2021, yang menyajikan data ULN Indonesia per akhir Mei 2021 sebesar US$414,99 miliar. Terdiri dari: ULN Pemerintah (US$203,42 miliar), Bank Indonesia (US$2,87 milia), Swasta (US$208,70 miliar).

Ada data tentang utang yang lebih sedikit memperoleh perhatian netizen, bahkan jarang diberitakan oleh media masa. Rilisnya memang terkesan kurang ditonjolkan seperti APBN Kita dan SULNI. Data dimaksud adalah Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI) yang dipublikasi tiap tiga bulan oleh Bank Indonesia.

Publikasi terkini adalah SUSPI Triwulan I-2021 yang dirilis akhir Juni 2021. Antara lain disajikan posisi utang sektor publik (public sector debt) per akhir triwulan I-2021 sebesar Rp12.474,44 triliun.

Tediri dari: utang pemerintah pusat (Central Government) sebesar Rp6.445,07 triliun, utang pemerintah daerah (Local Government) sebesar Rp75,78 triliun, utang perusahaan publik nonkeuangan (Nonfinancial Public Corporations) Rp1.097,40 triliun dan utang perusahaan keuangan publik (Financial Public Corporations) sebesar Rp4.856,19 triliun.

Posisi utang sektor publik (USP) secara nominal selalu meningkat tiap tahun, dengan laju kenaikan berfluktuasi. Namun perlu diketahui, perbandingan posisi antar akhir tahun harus menimbang adanya perubahan definisi data utang perusahaan keuangan publik. Dalam kategori ini terdapat utang Bank BUMN, yang sebelum tahun 2014 tidak mencakup dana pihak ketiga atau simpanan masyarakat.

Perbandingan yang “apel dengan apel” bisa dilakukan antara tahun 2013 dengan sebelumnya, atau dari tahun 2014 hingga saat ini. Tampak bahwa peningkatan signifikan terjadi pada posisi akhir tahun 2020 (Rp12.237 triliun) dibandingkan akhir tahun 2019 (Rp10.113 triliun).

Kenaikan pesat pada tahun 2020 antara lain karena dampak pandemi. Terutama karena utang pemerintah pusat yang meningkat, dari Rp4.787 triliun (2019) menjadi Rp6.090 triliun (2020). Antara lain karena kebijakan fiskal dalam rangka mitigasi dampak pandemi dan alokasi anggaran pemulihan ekonomi nasional. Pada saat bersamaan, utang pemerintah daerah dan utang BUMN masih tetap bertambah.

Dilhat dalam hal rasio USP terhadap PDB, terjadi penurunan selama periode tahun 2007-2012. Laju kenaikan PDB tercatat lebih tinggi dibanding peningkatan nominal USP. Rasio sedikit kemudian meningkat lagi pada tahun 2013.

Kenaikan USP secara nominal diikuti oleh kenaikan rasio USP terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tiap tahun pada periode 2014-2020. SUSPI tidak menyajikan besaran rasionya, namun bisa diolah dengan memakai data PDB dari Badan Pusat Statistik. Rasionya pada posisi akhir tahun sebagai berikut: 54,68% (2014), 57,02% (2015), 58,88% (2016), 61,60% (2017), 63,71% (2018), 63,87% (2019), 79,29% (2020).

Profil USP per akhir triwulan I-2021 disajikan SUSPI dalam beberapa aspek. Aspek waktu sisa pelunasan: jangka pendek atau yang kurang dari sampai dengan setahun sebesar Rp5.390 triliun (43%), dan jangka panjang sebesar Rp7.084 triliun (57%).