Scroll untuk baca artikel
Blog

Warga Urunan Emas, Korea Selatan Lolos Lewati Krisis 1997

Redaksi
×

Warga Urunan Emas, Korea Selatan Lolos Lewati Krisis 1997

Sebarkan artikel ini

Presiden terpilih saat itu Kim Daejung masuk ke sebuah bank di Seoul menyumbangkan miniatur kura-kura emas dan empat kunci keberuntungan emas.

”Ketika saya memikirkan patriotisme, mata saya hampir basah oleh air mata penghargaan. Saya berjanji bahwa pemerintahan baru saya akan melakukan yang terbaik untuk menarik negara keluar dari krisis saat ini,” kata Kim Daejung.

Rata-rata, setiap orang menyumbangkan 65 gram logam kuning, atau sedikit di atas $640 berdasarkan harga pada saat itu.

Hanya dalam kurun waktu beberapa bulan, 226 metrik ton, senilai $2,2 miliar, dikumpulkan, setiap potongan terakhirnya dilebur menjadi ingot dan segera dikirim ke IMF.

Walau jumlah itu tidak bisa langsung melunasi utang negara, namun kampanye pengumpulan emas berfungsi sebagai titik kumpul penting sejak awal upaya Korea Selatan untuk mengatasi utangnya, belum lagi fakta bahwa hal itu menunjukkan patriotisme yang mendalam dan persatuan rakyatnya. Segera, Korea Selatan pulih dari krisis dan mendapatkan kembali pertumbuhan ekonominya.

Love Trade membantu negara itu membayar kembali pinjaman $58 miliar secara penuh pada Agustus 2001—hampir tiga tahun lebih cepat dari jadwal.

Aspek yang paling luar biasa dari kampanye tersebut bukanlah jumlah yang terlibat, melainkan kesediaan rakyat Korea untuk berkorban secara pribadi guna membantu menyelamatkan ekonomi mereka. Direktur pelaksana IMF periode 1987-2000, Michel Camdessus, menyebut kampanye tersebut mengagumkan.

Ada indikasi orang Korea bersedia bekerja sama untuk menghadapi kesulitan ekonomi karena serikat pekerja militan tradisional Korea telah mengumumkan bersedia bergabung dengan badan konsultatif yang dibentuk untuk membahas kemungkinan kehilangan pekerjaan bersama pengusaha dan politisi.

Kejadian itu memang sudah berlalu lama. Namun, sikap patriotisme masih ada. Tahun lalu saja, saat krisis air urea terjadi di sana, warga dan para konglomerat gotong-royong membantu mengatasinya.

Bukankah ini menakjubkan? Saat krisis, mereka tak saling tunjuk siapa yang salah, melainkan turun tangan membantu mengatasinya bersama.