Scroll untuk baca artikel
Berita

Waspada! Kebijakan Bank Indonesia Diam-Diam Melemahkan Daya Beli Rakyat

×

Waspada! Kebijakan Bank Indonesia Diam-Diam Melemahkan Daya Beli Rakyat

Sebarkan artikel ini
bank indonesia daya beli masyarakat
Ilustrasi/data

Di balik inflasi yang rendah, ada kenyataan pahit: daya beli masyarakat kecil terus tergerus.

BARISAN.CO – Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dinilai turut berkontribusi terhadap penurunan daya beli masyarakat, khususnya kelas bawah dan menengah. Hal ini disampaikan oleh ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, yang mengkritisi arah kebijakan operasi moneter BI yang lebih bersifat menyerap (absorptif) likuiditas dalam perekonomian.

Bank Indonesia, sebagai otoritas moneter yang independen sejak 1999, menjalankan kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai Rupiah melalui pengendalian inflasi dan nilai tukar.

Namun, dalam praktiknya, BI lebih mengandalkan operasi moneter yang cenderung menyerap likuiditas, ketimbang mendorong pertumbuhan sektor riil.

Data menunjukkan, posisi operasi moneter absorptif meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dari Rp297,49 triliun pada akhir 2019, menjadi Rp945,56 triliun pada akhir 2024. Hingga 31 Maret 2025, nilainya masih tinggi di angka Rp922,58 triliun.

Instrumen yang paling dominan adalah Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), yang mencapai Rp891,13 triliun dan sekitar 25 persen dimiliki oleh investor asing.

Menurut Awalil, strategi moneter yang bersifat kontraktif ini menimbulkan efek samping terhadap konsumsi dan lapangan kerja, karena bank menjadi kurang terdorong untuk menyalurkan kredit ke sektor riil.

Sementara itu, Bank Indonesia juga tercatat memiliki Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp1.547,41 triliun atau sekitar 24,62 persen dari total yang beredar.

“Kebijakan ini bisa ditafsirkan bahwa BI lebih memilih menyalurkan dana ke pemerintah melalui pembelian SBN, daripada mendorong aktivitas ekonomi riil,” ujar Awalil.

Ia menambahkan, hasil dari SBN yang diterima BI cenderung lebih rendah dibanding biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar imbal hasil SRBI, sehingga menambah beban biaya operasi moneter.

Kondisi tersebut, meski berhasil menjaga stabilitas keuangan dan menekan inflasi, dinilai mempersempit ruang fiskal dan moneter yang dibutuhkan pada saat ketidakpastian global meningkat.

Awalil menilai, pemerintah dan otoritas moneter semestinya mengedepankan pendekatan “countercyclical” dalam situasi pelemahan ekonomi.

Ia juga menyoroti bahwa arah kebijakan tersebut cenderung menguntungkan kalangan menengah atas dan atas yang memiliki akses terhadap instrumen keuangan, sementara kelompok masyarakat yang lebih rentan justru semakin kehilangan kemampuan konsumsi. []

Video selengkapnya: