Oleh: Ananta Damarjati
Barisan.co – Idul Adha jatuh pada 31 Juli 2020. Potensi ekonomi ritual tahunan ini tidak pernah kecil. Di tengah pandemi, saat masyarakat kesulitan mengakses pangan, ombak hewan ternak tentu saja adalah berkah.
Covid-19 telah menyebabkan daya beli turun, yang dengan sendirinya mengubah daging menjadi makanan mewah. Pada situasi inilah, Idul Adha rasanya penting kita sambut, terutama atas kemampuannya menyejahterakan kelompok miskin (the least well-off) yang hari ini semakin terdesak kebutuhan pangan.
Namun, jelas Idul Adha 2020 perlu dilakukan secara hati-hati. Minimal dengan menerapkan protokol kesehatan. Tapi, entah karena saking berhati-hati, beberapa pihak (ormas, institusi) justeru menganjurkan agar umat mengonversi hewan kurban menjadi uang. Atas nama pandemi Covid-19? Saya kira mereka berlebihan.
Alih-alih demikian, cenderung diperlukan kolaborasi semua pihak agar perayaan Idul Adha kali ini berjalan baik. Lebih-lebih, hari raya kurban semestinya dapat menjadi instrumen penguat, tepat di saat Indonesia dihadapkan tantangan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Kemarin lalu FAO telah mengingatkan akan datangnya krisis pangan dunia. Meski cukup sulit mengatakan krisis itu akan tereskalasi menjadi bencana kelaparan, kita perlu bersiap atas dua alasan. Pertama, karena pandemi belum selesai. Kedua, perekonomian kita terus memburuk. Mari langsung membahas soal yang kedua.
Pada umumnya saat ekonomi sedang baik, buah keberuntungan dapat dinikmati semua kalangan. Tapi saat memburuk, hanya kelompok kecil lah yang terdampak. Hal demikian pun terjadi hari ini. Di mana ketika sekitar 10% penduduk termiskin kesulitan mengakses makanan, ada sejumlah besar kelompok ‘previlese’ (yang berkesempatan work from home dll) mengalami kenaikan berat badan rerata sampai 10 Kg.
Tidak ada penelitian resmi soal berat badan itu. Tapi, saya bisa menunjuk banyak orang dalam kelompok ini, yang sekarang terseret dalam tren perut buncit. Setidaknya Kepala Bappenas Suharso Manoarfa menyebut, sejak Maret, 42% konsumsi nasional dan 53% pajak nasional ditopang masyarakat kelas menengah (25/06/2020).
Sementara di sisi lain, BPS mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2020 bertambah 1,63 juta. Banyak dari mereka, karena pandemi, kehilangan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs).
Maka, pada titik inilah tampak jelas Islam adalah sebaik-baiknya rahmat. Spirit berbagi dalam perayaan kurban mampu menjembatani kesenjangan yang melebar pada situasi pandemi Covid-19. Dan siapapun punya potensi untuk mendemonstrasikan spirit berbagi itu.
Publikasi Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) mencatat, diperkirakan ada 2,3 juta Muslim berdaya beli tinggi berpotensi menjadi pekurban (shahibul qurban). Dan Anda tahu itu angka yang besar.
Secara menarik, masih dari publikasi IDEAS, ada potensi daging kurban sejumlah 117 ribu ton tahun ini. Jika seluruhnya didistribusi tepat sasaran, akan tersalur 20 Kg daging untuk 1,1 juta penduduk termiskin, 8 Kg daging untuk 8,2 juta penduduk dengan pengeluaran per kapita Rp300-500 ribu, dan 2 Kg daging untuk 13,5 juta penduduk dengan pengeluaran per kapita Rp500-750 ribu.
Apakah pemerintah bisa turut cawe-cawe dalam rentetan ini? Bahkan seharusnya, pemerintah layak terlibat. Jika perlu Pemerintah ikut menyerap produksi hewan ternak, terutama yang datangnya dari peternakan rakyat. Sebab inilah waktu bagi mereka menjual hewan ternak dengan harga yang layak, untuk memperbaiki ekonomi yang dihantam Covid-19.
Mari kita sambut Idul Adha 2020 dengan penuh kegembiraan. Di tengah situasi yang kacau dan di bawah pemerintahan yang bingung, kita masih punya perayaan agama yang asyik dan penuh keadilan. Tetap pakai masker Anda. Dan selalu jaga kebersihan ya!