BARISAN.CO – Tepat hari ini (21/1), di tahun 2016 silam, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pembangunan kereta api cepat. Tujuannya adalah Jakarta-Bandung di Kebun Teh Mandalawangi, Bandung Barat. Saat itu, Jokowi menyampaikan Mass Rapid Transportation (MRT), Light Right Transportation (LRT), dan kereta cepat dirancang untuk saling menunjang satu sama lain demi kepentingan penumpang.
Kala itu, Jokowi menyebut skema pembiayaan kereta cepat tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sehari paska peresmian, Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MIT), Darmaningtyas menyangsikan bahwa proyek kereta cepat ini bisa lepas dari APBN.
Dan terbukti, setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021, proyek tersebut boleh menggunakan biayai dana APBN.
Pemerintah beralasan pandemi berdampak pada keuangan perusahaan pelat merah. Sehingga, perusahaan-perusahaan BUMN tidak bisa menyetorkan modal dalam proyek itu dan memerlukan bantuan APBN.
Pada 15 Desember lalu, dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Komisi XI DPR menyepakati penambahan penyertaan modal negara (PMN) tahun 2021. Dan alokasi tahun 2022 untuk 11 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lembaga.
Salahsatunya PT Kereta Api Indonesia akan menerima tambahan PMN sebesar RP 6,9 triliun demi kelanjutan LRT Jabodetabek dalam kebutuhan overrun sebanyak RP 2,6 triliun sedangkan Kereta Cepat Jakarta Bandung mendapat Rp 4,3 triliun untuk kebutuhan base quality.
Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel sebelumnya mengkritik langkah pemerintah mengalokasikan dana APBN untuk proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Menurutnya, APBN seharusnya fokus untuk pemulihan ekonomi serta pembangunan Ibukota Negara (IKN) baru.
Ekonom Indef, Heri Firdaus juga mengkritik suntikan APBN tersebut seharusnya pemerintah seharusnya mencari alternatif sumber pembiayaan lain. Selain itu, ekonom senior, Faisal Basri juga mewanti-wanti apabila proyek tersebut mangkrak, maka akan dimanfaatkan oleh rezim pengganti Jokowi.
Molornya Konstruksi Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung
Di saat peresmian yang berlangsung enam tahun lalu, Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC), Hanggoro Budi mengatakan target kereta cepat Jakarta-Bandung akan tuntas pada tahun 2018 dan mulai beroperasi setahun setelahnya.
Akan tetapi, hingga hari ini, tampaknya masih belum terlaksana. Pada Senin (17/1/2022), saat meninjau Terowongan 2 proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung, Jokowi menyebut progress pembangunan proyek tersebut baru rampung mencapai 79,9 persen. Jokowi pun berharap di akhir tahun ini sudah mulai bisa uji coba dan Juni 2023 sudah mulai beroperasi.
Jokowi menjelaskan di Terowongan 2 terdapat masalah teknis yang harus segera diselesaikan.
Dwiyana Slamet Riyadi selaku Presiden Direktur KCIC mengungkapkan terowongan 2 menjadi salah satu area dengan tantangan geologis tersulit.
Direktur Eksekutif Rujak Center For Studies, Elisa Sutanudjaja mengkritiknya. Dalam artikel yang ia tulis berjudul Kereta Cepat: Akselerasi Ketimpangan dalam Urbanisasi dan Bencana Ekologis Masa Depan.
Dalam tulisan tersebut, Elisa menelisik ketimpangan pada kawasan perkotaan hasil dari megaproyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Serta keterkaitannya dengan ketimpangan akibat dari proses suburbunisasi.
Menurutnya, kesulitan dan dampak negatif dari proyek itu bisa saja dimodifikasi dan ditanggulangi, namun tak jarang, solusi teknis membawa dampak lain yang bisa jadi hanya memindahkan masalah ke tempat lain.
“Pada akhirnya kereta cepat ini hanyalah jadi contoh lain solusi yang dapat membawa prahara di masa depan. Namun, untungnya bukan kita yang harus berhadapan dengan masalah baru (namun lama) yang muncul, melainkan anak cucu kita,” tulis Elisa. [rif]