Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Catatan BPK Atas Proyek Kereta Cepat (Bagian Satu)

Redaksi
×

Catatan BPK Atas Proyek Kereta Cepat (Bagian Satu)

Sebarkan artikel ini

PROYEK Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menjadi berita viral dan diperbincangkan publik pada akhir tahun lalu. Namun bukan tentang hal yang positif seperti hampir selesainya proyek ataupun manfaat yang akan segera didapat. Melainkan tentang karut marut perhitungan keuangannya.

Dua soalan pokok yang mengemuka ke publik. Pertama, tidak mampunya empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memenuhi setoran modalnya pada konsorsium proyek KCJB. Padahal, tahapan proyek diklaim mencapai 65% pada tahun 2020, dan sekitar 80% pada tahun 2021. Bahkan, ditargetkan bisa operasional pada akhir tahun 2022.

Konsorsium BUMN dimaksud direpresentasikan oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). PT PSBI terdiri dari: PT Wijaya Karya (PT WIKA), PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), PT Jasa Marga (PT JSMR), dan PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). Rencana pemenuhan pendanaan setoran modal awal PT PSBI tediri dari: PT WIKA sebesar Rp4,6 triliun (38%), PT KAI sebesar Rp3 triliun (25%), PTPN VIII sebesar Rp3 triliun (25%), dan PT JSMR sebesar Rp1,5 triliun (12%).

Proyek KCJB dilaksanakan oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium BUMN (PT PSBI) dengan konsorsium perusahaan perkeretaapian Cina (Beijing Yawan HSR Co.Ltd).

Berdasarkan Perjanjian Usaha Patungan tanggal 16 Oktober 2015, struktur modal proyek KCJB terdiri dari 40% Beijing Yawan berupa cash dan 60% PT PSBI berupa in kind dan cash.

Sumber pendanaan proyek KCJB sendiri hanya 25% yang berasal dari ekuitas itu. Sedangkan 75%nya merupakan pinjaman dari China Development Bank (CDB). Total nilai proyek awal dinyatakan sebesar USD6.07 miliar. Artinya, akan dipenuhi sebesar USD1,5 miliar dari ekuitas dan USD4,5 miliar pinjaman dari CDB. Pinjaman dimaksud memiliki tenor 40 tahun, dan grace period 10 tahun.

Konsorsium BUMN belum memenuhi setoran modalnya

Hingga jelang akhir tahun 2021 ternyata Konsorsium BUMN belum memenuhi kewajiban setoran modalnya pada PT KCIC. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan kekurangan setoran masih sebesar Rp4,3 triliun. Terutama disebabkan oleh setoran modal dari PT JSMR dan PTPN VIII kepada PT PSBI yang masih kurang.

Dalam hal setoran modal PT JSMR berupa in-kind memang tidak dapat dilaksanakan. Lahan PT JSMR yang direncanakan untuk keperluan itu merupakan Ruang Milik Jalan (rumija) tol yang masih operasional. Untuk pemanfaatannya harus mengikuti peraturan perundang-undangan mengenai Barang Milik Negara (BMN).

Jika digunakan, kompensasi pemanfaatan sewa lahan di rumija tol untuk kepentingan trase kereta api cepat tidak akan dibayarkan ke PT JSMR, melainkan ke Kementerian PUPR. Selain itu, PT JSMR tidak dapat mengklaim tanah tersebut sebagai miliknya sehingga kewajiban pemenuhan modal berupa tanah tidak bisa digunakan sebagai penyetoran modal.

BPK menilai kondisi ini semestinya sudah dapat diantisipasi sejak awal, sehingga setoran modal PT JSMR berupa non cash tersebut memang tidak dimungkinkan untuk dipenuhi. Pada akhirnya, hal itu akan membebani pemerintah sebagai pemegang saham PT JSMR pada saat kondisi keuangannya tidak mampu untuk menggantinya secara cash.

Dalam hal setoran modal PTPN VIII direncanakan berasal dari nilai pemanfaatan tanah sebesar 1.270 ha yang akan dilewati oleh jalur KCJB beserta pemanfaatan lahan Walini sebagai Transit Oriented Development (TOD). Ternyata hal itu pun tidak dapat dilaksanakan. Kedudukan Tanah TOD Walini masih kondisional dan tidak wajib atau pasti masuk ke dalam ruang lingkup Proyek.

Padahal, pemenuhan setoran modal PT PSBI kepada PT KCIC diperlukan menurut klausul Facilities Agreement antara PT KCIC dan CDB yaitu persyaratan pencairan pinjaman dari CDB. Antara lain harus memenuhi Base Equity Contribution (ekuitas dasar) yang sifatnya mandatory dari PT PSBI dan Beijing Yawan selaku Pemegang Saham PT KCIC, dan Debt to Equity Ratio PT KCIC pada setiap pencairan atau drawdown tidak melebihi 75%:25%. Apabila persyaratan tidak terpenuhi maka CDB dapat membatalkan semua atau sebagian komitmen pendanaan.