Promosi yang sering diumbar tentang rokok elektronik adalah dapat membantu perokok konvensional berhenti merokok. Namun, penemunya sendiri, Hon Lik justru gagal berhenti dan malah menjadi pengguna ganda, merokok konvensional sekaligus vaping.
BARISAN.CO – Herbert A. Gilbert adalah pencipta perangkat pertama yang sangat mirip dengan rokok elektronik modern. Dia mendapat paten tahun 1965 dan membuat prototipe, namun gagal mengkomersialkannya. Herbert mengklaim kegagalannya itu karena perusahaan lebih memilih paten berakhir ketimbang melisensikannya.
Seorang apoteker dan perokok di Beijing, Cina bernama Hon Lik menciptakan rokok elektronik modern. Dia menciptakannya setelah ayahnya yang perokok berat meninggal kanker paru-paru. Rokok elektronik itu pertama kali diproduksi di tahun 2004.
Tujuan awalnya untuk membantu dirinya berhenti merokok. Namun, itu tidak berhasil. Justru, Hon Lik menjadi pengguna ganda, merokok konvensional sekaligus vaping.
Penelitian Yayasan Pembangunan Indonesia tahun lalu menemukan, sebagian besar responden mulai merokok antara usia 10-15 tahun (70,8 persen). Hampir setengah dari perokok konvensional di Jakarta beralih ke rokok elektronik. Lebih dari separuh responden percaya, rokok tersebuh lebih aman.
Dari laporan itu, sekitar 39,1 persen sangat setuju rokok elektronik lebih aman dan memiliki bahaya minimal dibandingkan rokok konvensional. Sementara, 4 dari 7 responden yang sebelumnya tidak pernah merokok tembakau konvesional juga percaya, rokok elektronik lebih aman dikonsumsi. Alasan lain mereka beralih karena ingin berhenti merokok dan harganya lebih murah daripada rokok konvensional.
Kandungan dan Bahaya Rokok Elektronik
Namun, tahukah kamu kandungan dan dampak rokok elektronik bagi kesehatan? Food and Drug Administration (FDA) meninjau bahan kimia dan logam beracun dalam e-rokok, antara lain:
- Nikotin – zat yang sangat adiktif secara negatif memengaruhi perkembangan otak remaja.
- Propilen Glikol – aditif umum dalam makanan, juga untuk membuat pelarut cat dan asap buatan pada mesin kabut.
- Karsinogen – bahan kimia penyebab kanker, termasuk asetaldehida dan formaldehida.
- Akrolein – biasanya untuk membunuh gulma dan dampat menyebabkan kerusakan pada paru-paru.
- Diacetyl – bahan kimia yang terkait dengan penyakit paru-paru bernama bronchiolitis obliterans.
- Diethylene glycol – bahan kimia beracun untuk antibeku ini bisa menyebabkan penyakit paru-paru.
- Logam berat seperti nikel, timah, dan timbal.
- Kadmium – logam beracun yang menyebabkan masalah pernapasan dan penyakit.
- Benzena – senyawa organik yang mudah menguap ini ditemukan di knalpot mobil.
- Partikel sangat halus yang dapat dihirup jauh ke dalam paru-paru.
Selain itu, kampanye yang rokok elektronik dapat membantu perokok konvensional dapat berhenti juga keliru. Karena kenyataannya, penemunya sendiri, Hon Lik malah menjadi pengguna ganda.
Industri Rokok Mengincar Anak-Anak Indonesia
Tahun ini, tema Hari Anak Nasional ialah Lindungi Anak untuk Indonesia Maju. Deputi Bidang Pemenuhan Anak Kementerian PPPA, Ir. Agustina Erni, M.Sc mengatakan, selama dua tahun berturut-turut, salah satu suara anak yang disampaikan melalui Forum Anak adalah untuk dapat melindungi mereka dari rokok dan asap rokok.
Hal itu dia sampaikan pada webinar Indonesia Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) pada Rabu (20/7/2022). Agustina menambahkan, sudah ada regulasi agar tidak menjual kepada anak 18 tahun. Tetapi, dia mengakui ada permasalahan dalam implementasinya.
“Implementasinya tenyata anaknya masih bisa beli. Ada misinformasi terkait rokok elektronik, saya jadi berpikir, promosinya kan bisa mengurangi bagaimana mereka bisa stop merokok, jangan-jangan ini malah cara belajar merokok,” katanya.
Anak-anak dua kali lebih mudah terpengaruh daripada orang dewasa terhadap strategi pemasaran tembakau dan cenderung tidak memahami dampak dari merokok serta kecanduan nikotin. Remaja yang merokok kemungkinan akan terus berlanjut untuk merokok.
Industri tembakau menghabiskan miliaan dolar setiap tahunnya untuk iklan. British American Tobacco (BAT) misalnya, menggelontorkan dana besar untuk iklan. Mengutip Children’s Health Defense, salah satu taktik nya dengan membayar influencer media sosial dalam mempromosikan rokok elektronik, kantong nikotin dan tembakau di Instagram, meski platform itu melarang praktik tersebut.
Riset di Stanford Prevention Research Center melaporkan, iklan di tempat penjualan membuat remaja lebih mungkin untuk memulai merokok. Laporan dari Campaign for Tobacco-Free Kids tahun 2018 menemukan, sebagian besar anak-anak di 21 negara berusia 13 hingga 15 tahun memiliki akses mudah ke rokok di dekat sekolahnya, seperti kios, penjual keliling, atau mesin penjual otomatis.