Oleh: Awalil Rizky
(Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri)
Barisan.co – Pandemi Covid telah memakan korban jiwa dan masih akan bertambah. Dampak buruk ekonomi yang signifikan bagi Indonesia mulai dirasakan. Banyak pihak terdampak berharap bantuan pemerintah. Pemerintah memang bermaksud membantu, namun kondisi keuangannya sendiri mengalami kesulitan serius.
APBN 2020 sudah ditetapkan dan berjalan. Pandemi Covid-19 baru diumumkan resmi melanda negeri pada 2 Maret. Pada minggu ketiga Maret, Pemerintah (Kementerian Keuangan) mulai mengakui perlunya beberapa perubahan mendasar dalam kebijakan fiskal. Konon, ada rapat maraton di Lapangan Banteng yang kemudian menghasilkan hitungan yang mengubah postur APBN 2020.
Di luar kebiasaan proses mengubah melalui prosedur APBN Perubahan, kini melalui Peraturan Presiden No.54/2020, yang didahului oleh payung hukum berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Presiden (Perppu) No.1/2020. Ditetapkan keleluasaan melampaui batas defisit APBN yang sebesar tiga persen dari PDB. Dan diperkenankan menambah dan merealokasikan berbagai pos belanja yang dianggap perlu.
Sejak awal April pula, Pemerintah mengakui secara terbuka bahwa pendapatannya akan turun drastis akibat pandemi covid. APBN 2020 menargetkannya sebesar Rp2.233,2 triliun. Pemerintah mengakui hanya akan diperoleh Rp1.760,9 triliun. Bahkan, lebih rendah dari perolehan tahun 2019 yang sebesar Rp1.957,2 triliun. Dan jangan lupa, outlook ini pun masih merupakan target.
Pukulan telak akan dirasakan oleh penerimaan perpajakan yang amat terdampak pandemi covid-19. Terutama disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang akan turun drastis, dan ada kemungkinan kontraksi. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan akan terkumpul lebih sedikit dibanding tahun 2019. Begitu pula dengan perolehan dari bea masuk dan bea keluar, seiring menurunnya kegiatan ekspor dan impor.
Penerimaan perpajakan 2019 mencapai Rp1.545,3 triliun. APBN 2020 menargetkannya meningkat menjadi Rp1.865,7 triliun. Outlook dari Pemerintah pada awal April sudah merevisinya menjadi Rp1.462,6 triliun. Perlu diingat bahwa besaran ini pun masih merupakan target.
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) 2019 mencapai Rp405 triliun. APBN 2020 menargetkan besaran yang lebih rendah sebesar Rp367 triliun, karena memprakirakan adanya penurunan harga minyak dan komoditas. Pandemi covid-19, membuat PNBP menurut outlook Pemerintah hanya sebesar Rp297,8 triliun.
Jika pendapatan negara terpukul akibat pandemi, maka belanja negara justru terpaksa harus ditambah. Tambahan dibutuhkan bagi penanganan langsung pandemi atau yang bersifat tanggap darurat. Dan upaya mitigasi risiko ekonomi dari pandemi. Selain mengurangi dampak buruk, juga untuk langkah pemulihan nantinya.
Belanja Negara pada 2019 mencapai Rp2.310,2 triliun. APBN 2020 merencanakan sebesar Rp2.540,4 triliun. Perubahan yang dirancang Pemerintah menghasilkan outlook kenaikan belanja menjadi Rp2.613,8 triliun. Ada tambahan sekitar Rp73,4 triliun.
Perlu diketahui bahwa outlook itu telah membuat banyak perubahan pada rincian Belanja. Berbagai penghematan telah direncanakan, antara lain berupa pengurangan belanja hampir semua Kementerian/Lembaga. Transfer ke Daerah pun dikurangi, baik karena sebab alamiah maupun hal yang terkait perubahan prioritas akibat pandemi covid-19. Contoh sebab alamiah itu adalah bagi hasil pajak dan sumber daya alam yang memang turun.
Pengurangan akan dilakukan pada satu sisi, namun ada penambahan sebagai antisipasi pandemi dan mitigasi risiko ekonominya. Sebagian tambahan tidak dimasukkan dalam pos belanja, melainkan pos pengeluaran pembiayaan. Outlook mencatat tambahan pengeluaran yang termasuk belanja sebesar Rp255 triliun. Sedangkan penghematan atau pemotongan belanja Rp182.1 triliun.