Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Arab Pegon Hubungannya dengan Sastra di Nusantara

Redaksi
×

Arab Pegon Hubungannya dengan Sastra di Nusantara

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Arab Pegon didefinisikan sebagai sebuah tulisan, aksara atau huruf arab tanpa lambang atau tanda baca. Menurut kamus Jawa-Indonesia karya Purwadi, Pegon memiliki arti tidak biasa mengucapkan. Sedangkan kata lain dari Pegon yakni gundhul atau polos.

Sedangkan “Huruf Arab Pegon” digunakan menuliskan terjemahan maupun makna tersurat di dalam kitab kuning yang biasa digunakan di kalangan Pondok Pesantren dengan menggunakan bahasa tertentu. Biasanya arab pegon menggunakan bahasa tertentu itu artinya biasa menyesuaikan daerah bisa jawa maupun sunda.

Masuknya arab pegon terjadi karena akulturasi kelompok individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Lalu menimbulkan beberapa perubahan yang mengikuti pola budaya daerah.

Tentu saja karena arab tentu tidak terlepas dari masukanya agama Islam masuk ke Jawa. Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan Jawa, menyebutkan, bahwa Islam masuk ke Jawa melalui suatu negara yang baru muncul di pantai barat Jazirah Melayu, yaitu Malaka.

Pada abad ke-14, ketika kekuasaan Majapahit sebagai suatu kerajaan yang berdasarkan perdagangan mulai berkurang, maka bagian barat dari rute perdagangan yang melalui kepulauan Nusantara berhasil dikuasai oleh negara itu. Pelabuhannya sering dikunjungi oleh pedagang-pedagang muslim dari Gujarat dan Persia.

Masuknya agama Islam tersebar pula aksara Arab. Lalu aksara Arab berkaulturasi dengan kebudayaan setempat seperti bahasa Melayu dan bahasa Jawa.

Di Malaysia aksara Arab ini dikenal dengan nama aksara Jawi  yang juga dipakai untuk bahsa Indonesia zaman dahulu yang kemudian dikenal dengan Arab Melayu.  Kemudian menuju Jawa disebut sebut aksara Pegon.

Tulisan Arab dikenal di Indonesia setidaknya dalam pertengahan abad ke-13 M. Tulisan Arab ketika itu sudah digunakan oleh golongan yang terbatas di Indonesia.

Kesusasteraan Melayu yang tertua, sebagian ditulis dengan tulisan Arab bahasa Melayu, bahkan sampai waktu yang terakhir ini masih ada hasil-hasil kesusasteraan Indonesia yang ditulis dengan huruf Arab tersebut.

Kesusasteraan Nusantara

Masuknya agama Islam di Nusantara mewarnai perkembangan kesusastraan yang bercorak tulisan. Karya-karya kesusasteraan Nusantara juga dipengaruhi Islam yang dituliskan oleh penulis Islam Nusantara bertujuan menjadikanya sebagai media penyampaian Islam kepada pembacanya.

Para pemuka agama Islam memanfaatkan sastra untuk menyalurkan unsur-unsur pemikiran Islam ke masyarakat Nusantara. Penulis-penulis Islam menyalurkan karya-karya dari sumber peradaban Islam yang diterapkan dalam ide-ide keislaman yang ada di Nusantara kemudian karya-karya tersebut dijadikan media untuk berdakwah.

Banyak teks sastra yang tadinya bernafaskan Hindu Budha digubah oleh pujangga keraton menjadi bernafaskan Islam. Penggubahan dan penciptaan secara besar-besaran dalam suasana religius Islam di lingkungan keraton Jawa terjadi pada abad ke-18 dan 19 sewaktu kekuasaan keraton semakin terjepit secara politik oleh pemerintah kolonial Belanda.

Slamet Riyadi dalam bukunya Tradisi Kehidupan Sastra di Kesultanan menyebutkan diantara 1196 naskah koleksi Widya Budaya (perpustakaan keraton Yogyakarta) yang dapat diidentifikasikan sebagai karya Produksi Hamengku Buwono II sampai dengan Hamengku Buwono IX, berupa karya baru, saduran dan setengah saduran dan salinan. Naskah-naskah tersebut dikelompokkan atas naskah babad, silsilah, sastra, pewayangan, suluk, piwulang, primbon, jawuko, penanggalan, bahasa, dan tari.

Selain menulis naskah huruf Jawa, para sastrawan (umumnya abdi dhalem) juga menulis naskah dengan huruf Arab pegon, yaituhuruf Arab tanpa memakai sandangan  (fatkhah, dhomah dan kasroh). Naskah yang ditulis dengan huruf Arab pegon antara lain serat Menak, serat Ambiya, produksi zaman Hamengku Buwono V dan hikayat Bayan Budiman yang tidak mencantumkan waktu penyalinan dan diperkirakan ditulis sesudah masa Hamengku Buwono V.