Scroll untuk baca artikel
Blog

Bagaimana Nasib Petani Pasca UU Ciptaker Disahkan?

Redaksi
×

Bagaimana Nasib Petani Pasca UU Ciptaker Disahkan?

Sebarkan artikel ini

“Misalnya, di satu daerah di salah satu provinsi di Jawa Tengah didirikanlah usaha penggilingan padi skala besar, yang kapasitas terpasangnya menguntungkan jika mengolah panen dari sejumlah luas 4 kabupaten. Ini kan bisa mematikan usaha penggilingan yang ada di setiap kecamatan ataupun desa. Untungnya, sampai sekarang usaha tersebut lambat beroperasi sehingga selamatlah usaha penggilingan di desa-desa di empat kabupaten tersebut,”

Pada umumnya, pengusaha akan mencari celah peraturan yang menguntungkan bagi mereka untuk melindungi investasinya. Di sini pemerintah daerah harus waspada dan harus ada pemihakan yang jelas untuk melindungi petani serta usaha tani.

Rofandi juga menyebut ada juga usaha-usaha baru bidang pertanian dengan alasan memanfaatan IT 4.0. “Bukan anti teknologi, tetapi di balik jargon 4.0 tersebut ada langkah yang kurang baik.”

Jargon 4.0 itu, jelas Rofandi, pada umumnya tidak dikuasai oleh para petani tua. Ini bisa jadi alasan untuk menyingkirkan peran mereka. Para petani tua ini dapat saja kemudian dipaksa/terpaksa menganggur, dan diganti dengan anak-anaknya yang lebih melek teknologi 4.0.

“Tapi anak-anak ini berperan hanya sebagai pekerja, bukan pengambil kebijakan,” tegas Rofandi.

Rofandi mengingatkan bahwa semestinya pemerintah menjamin agar petani merasa nyaman. Caranya bukan selalu tentang upaya mengendalikan harga, tetapi juga dengan menyediakan lahan garapan bagi mereka.

“Maka itu, alasan investasi, dengan akibat dilepasnya hak pengolahan lahan oleh para investor baru ini harus diwaspadai dan kalau perlu ditolak,” lanjut Rofandi.

Saat ini penolakan UU Ciptaker tidak lagi dapat dilakukan karena telah ditandatangi oleh Presiden Joko Widodo November yang lalu, Rofandi pun memberikan alternatif lain agar kebijakan yang ada tidak merugikan petani.

“Tetapi setiap kebijakan yang dibuat pemerintah harus sangat diawasi. Per poin dari UU Ciptaker itu yang harus direvisi dan diawasi pelaksanaannya.”

Misalnya, kata Rofandi, tentang kebijakan HGU. “Jika waktunya sudah habis ya harus benar-benar diawasi perpanjangannya, dan lalu cari pelaku yang kredibel dalam penggunaan setiap lahan yang kita berikan untuk dikelola oleh pihak lain maupun swasta,” pungkas Rofandi.

Masyarakat memang perlu waspada dalam menghadapi situasi yang tidak pasti ke depan. Lebih-lebih, sebelum UU ini disahkan, begitu banyak muncul penolakan dari berbagai elemen masyarakat.

Di saat ini, di saat penolakan untuk UU Ciptaker sudah tidak bisa dilakukan, seluruh elemen bangsa perlu terus menyuarakan kepentingan yang memihak orang banyak. Hal iru agar pemerintah dapat memberikan alternatif sehingga masyarakat tidak dirugikan oleh adanya kebijakan omnibus law ini. []