Di pagi terakhir Syawal, bukan hanya Idul Fitri yang dirayakan, tetapi juga Bakda Kupat—sebuah tradisi warisan Sunan Kalijaga yang sarat makna tentang pengakuan kesalahan, kebersamaan, dan kembalinya manusia pada fitrah.
BARISAN.CO – Bulan syawal umat Islam merayakan hari raya idul fitri atau lebaran. Sedangkan di masyarakat Jawa ada dua hari raya pada bulan syawal tersebut, satunya lagi yakni Bakda Kupat.
Bakda kupat dirayakan satu minggu setelah hari raya lebaran. Ada beragam cara memperingantinya, seperti Grebek Syawal, berbagi ketupat, gunungan ketupat hingga halalbihalal warga.
Ini merupakan tradisi yang sudah mengakar di masyarakat. Sehingga tradisi menjadi kekuatan yang senantiasa dilestarikan. Sebab kekuatan bukan terletak pada senjata, akan tetapi kekuatan berada pada melestarikannya.
Bakda kupat
Bakda Kupat diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga sebagai sebuah simbol perayaan hari raya Islam. Menurut H.J De Graaf dalam Malay Annal, perayaan bakda kupat mulai dikenalkan pada masa pemerintahan kerajaan Demak dibawah kepemimpinan Raden patah awal abad ke-15.
Sunan Kalijaga memperkenalkan sebagai bentuk untuk menunjukan identitas budaya pesisiran yang banyak ditumbuhi pohon kelapa.
De Graff sendiri menduga, ketupat yang berasal dari janur atau daun muda tersebut sebagai bentuk simbolisasi kebudayaan yakni warna kuning pada janur menunjukan ciri khas masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah dan Merah dari Asia Timur.
Inilah kecerdasan Sunan Kalijaga dalam mensyiarkan nilai-nilai Islam melakukan akulturasi kebudayaan yang bisa masuk kedalam kesadaran masyarakat Jawa.
Bagi Sunan Kalijaga sendiri ketupat memiliki makna tersendiri, ketupat yang dianyam dari Janur dalam bahasa arab “Ja’a Nur” atau datangnya cahaya atau “Janatun Nur” yang artinya cahaya surga.
Ketupat cara membuatnya penuh dengan kerumitan yang melambangkan kesalahan manusia yang selalu berliku-liku.. Manusia digambarkan sebagai sosok yang seringkali melakukan kesalahan baik dari posisi kanan, kiri, bawah, maupun depan serti anyaman membuat ketupat.
Oleh karena itu kesalahan tersebut harus dihapus dengan cara saling memberikan maaf pada saat lebaran. Sehingga ketupat dimaknai “Ngaku Lepat” atau mengakui kesalahan.
Maka seseorang dianjurkan untuk “Nyuwun Ngapuro” yang berasal dari bahasa arab “Ghofur”. Permintaan maaf tersebut diekspesikan dengan tradisi ujung-ujung yakni berkunjung atau bertamu dari ujung sampai ujung dengan meminta permohonan maaf.
Mengapa ujung? Karena ujung berarti puncak dan awalan. Ketika kita dilahirkan dalam keadaan suci, kembali ke pangkuan Tuhan harus dalam keadaan suci. Inilah sesungguhnya salah satu makna dari fitrah hari raya yang disebut idul fitri.
Arti dan Makna Ketupat
Sedangkan arti perlambang dari bakda kupat yakni perlambang kupat itu sendiri yang memiliki makna. Pertama, ketupat berasal dari kata “telu (3) lan papat (4)”. Tiga mensimbolkan bahwa bulan ramadhan adalah rukun Islam yang ketiga diwajibkan untuk berpuasa.