Pada masa anak-anak kami berusia jelang satu tahun biasanya ucapan mereka sudah terdengar jelas, namun sebagian besar masih belum berupa kata apalagi kalimat utuh. Saya masih menterjemahkan tapi tidak sebebas waktu bayi. Biasanya jika kita salah menterjemahkan, pasti anak mengulang kata-katanya. Kalau beberapa kali tidak juga benar, umumnya anak tampak marah. Kesabaran orang tua dalam berkomunikasi diuji.
Sewaktu Ira berumur sekitar 11 bulan kalau membuka buku, selalu bilang “Ta”. Saya sahuti, “ Ya, bukunya dibuka”. Lalu bilang “Tata” sambil menutup buku. “Ya, bukunya ditutup,” kata saya. Kalau Ira buka buku sambil melihat halaman yang dibuka, berucap “Bedih…bedih…bedih”. Saya tertawa dan bertanya “Ira sedang membaca?” Dia mengangguk, berarti saya benar.
Namun, sedekat apa pun seorang ibu, pasti cukup sering salah mengerti dengan yang dimaksud anak. Pada suatu hari Ira sedang saya suapi di dalam rumah. Tiba-tiba dia menunjuk pintu sambil berkata “Ta”. Saya sahuti, “Ya, pintunya boleh dibuka.” Lalu dia bilang “Tata”. Karena heran saya tanyakan “Pintunya mau ditutup?” Saya bergerak meraih handel pintu. Ira masih berucap “Tata” sambil berusaha mendorong daun pintu. “Pintunya tidak jadi ditutup?” kata saya memastikan. Ucapan “Tata” makin keras dengan ekspresi jengkel sambil memandan saya. Sudah pasti terjemahan saya keliru. Saya bujuk dengan ucapan lembut, “Ira mau apa?”. Masih “Tata” sambil menunjuk ke pintu yang kini sudah terbuka. “Ira mau ke luar?” barulah dia mengangguk dengan wajah senang.
******
Hal lain yang sering saya praktikan berupa mengucapkan kata-kata dengan disenandungkan seolah bernyanyi. Begitu pula sebagian buku dibacakan secara demikian. Sebagian senandung berdasar lagu-lagu yang saya tahu, terutama lagu anak-anak.
Kadang kemajuan anak cukup mengejutkan dan membuat kita senang dan menjadi makin semangat membantu mereka belajar. Ketika Ira baru berusia 2 tahun lebih beberapa bulan, saya sedang hamil anak yang kedua. Saya belum punya orang untuk membantu pekerjaan rumah, sehingga mencuci baju sendiri. Ira biasanya saya libatkan dalam aktivitas ini.
Suatu ketika, setelah cucian kering kami melipat pakaian kecil-kecil sambil bernyanyi. “Pat pat dilipat. Celana Ira dilipat-lipat”. “Pat pat dilipat. Baju Ira dilipat-lipat”. Begitu terus disesuaikan dengan pakaian siapa yang dilipat. “Pat pat dilipat. Kaos abah dilipat-lipat”. Tiba-tiba dia bertanya “Kaos abah beli di mana?” Rupanya dia belum pernah melihat kaos itu. Saya jawab. “Di Jakarta”. Dia lanjutkan lagunya. “Pat pat dilipat. Kaos abah yang beli di Jakarta dilipat-lipat”. Secara spontan saya berseru,“Wah, Ira pintar!”