Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Dampak Cinta Jalaluddin Rumi, Pikiran dan Hatinya Tentang Ma’syuq

Redaksi
×

Dampak Cinta Jalaluddin Rumi, Pikiran dan Hatinya Tentang Ma’syuq

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Syair cinta dalam prespektif tasawuf ada tokoh bernama Jalaluddin Rumi. Ada juga satu tokoh perempuan berbicara konsep cinta yakni Rabiah Al Adawiyah. Jika Rabiah Al Adawiyah dengan konsep mahabahnya. Berbeda dengan Jalaluddin Rumi melalui syair-syairnya yang indah.

Namun nama asli dari Jalaludin Rumi yang sebenarnya Jalal Al-Din Muhammad. Kemudian dikenal dengan Jalal Al-Din Rumi atau Jalaluddin Rumi bahkan sekadar nama Rumi. Jalaluddin Rumi dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi’ul Awal 604 Hijriyah atau bertepatan 30 Setember 1207.

Perlu diketahui bahwasanya orang-orang Arghan dan Persia lebih suka memanggil Jalaluddin Rumi dengan panggilan Jalaluddin Balkhi. Oleh karena Jalaluddin Rumi dan keluarganya tinggal di Balkhi.

Setiap diri manusia ada rasa yang bernama cinta. Tentu pernah merasakan cinta itu, baik cinta kepada sesama. Cinta kepada Tuhan maupun cinta kepada benda maupun barang yang dicintai.

Lalu apakah ada dampak dari cinta itu sendiri? Cinta itu memang sangat berpengaruh besar pada sikap dan perilaku. Cinta juga mampu membuat seseorang mabuk asmara, seperti kisah Qois dan Laila dalam Laila Majnun. Cinta sangat berperan penting dalam mengubah segalanya.

Syair Jalaluddin Rumi melalui menyatakan:

Sungguh, cinta dapat mengubah yang pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara berubah menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi nikmat.

Cintalah yang mampu melunakkan besi, menghancur leburkan batu karang, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya, serta membuat budak menjadi pemimpin.

Cinta sangat berpengaruh besar pada jiwa manusia. Siapa yang mencintai, ia akan menemukan gelombang energi yang dasyat. Sehingga tiba-tiba ia merasakan suatu ekstase perubahan pada dirinya. Cinta dapat mempercepat perjalanan manusia menuju sang khalik atau Tuhan.

Melalui syair Jalaluddin Rumi berkata:

Cinta punya lima ratus sayap, dan setiap sayap (mengembang). Dari atas langit ke bawah bumi. Orang yang zuhud (zahid) berlari; kekasih (Tuhan) terbang Lebih cepat dari kilat dan angin.

Bebaskanlah dirimu dari dunia dan cara jalan kaki, karena (hanya) elang sang raja yang menemukan jalannya kepada sang Maharaja.”

Cinta”, ujar Jalaluddin.

Cinta adalah penyembah bagi kebanggaan dan kesombongan, dan pengobat bagi seluruh kekurangan diri. Hanya mereka yang berjubah cinta sajalah yang sepenuhnya tidak mementingkan diri.

Wahai para pecinta yang ingin mendapatkan cinta dari kekasihnya. Maka ia harus mencuci dirinya baik lisan, hati, dan jiwanya. Menghilangkan kesombongan, kedengkian, dan kebanggaan atas apa yang ada pada dirinya.

Ketika dirinya sudah terlumuri asmara cinta, apa yang ada pada dirinya berupa sikap dan perilaku keduniaan akan sirnya. Tidak tampak apa yang seharusnya dapat diindera.

Maka cinta terhadap kekasih akan melenyapkan egoisme dan cinta diri sehingga luhurlah jiwanya. Cinta menumbuhkan kebebasan dan jiwa untuk menjadi cinta.

Cinta Rumi kepada kawannya, Syamsuddin Tabriz, membuatnya bebas untuk menemukan ungkapan jiwanya sendiri yang menemukan saluran melalui puisinya. Cinta, jiwa, dan kebebasan menyatu.

Namun, pada saat itu terjadi, kehidupan Rumi berputar balik. Setelah menyatakan kebebasannya untuk mencintai dari jiwanya, Rumi tidak lagi berperilaku layaknya syaikh yang baik dan tidak lagi peduli dengan harapan-harapan yang lazim. Ia menjadi benar-benar bebas, hanya mempedulikan jiwanya sendiri dan cintanya yang bebas kepada Tuhan.

Jalaluddin Rumi berkata :

Lagi-lagi, aku berada dalam diriku sendiri