Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Dari Reading Group Kuntowijoyo

Redaksi
×

Dari Reading Group Kuntowijoyo

Sebarkan artikel ini

Humanisme teosentris serasa penting dan mendesak, mengingat umumnya umat Islam masih bersikap menyebelah. Yang aktif sebagai penegak kemanusiaan, macam aktivis HAM, kesataran gender, dan demokrasi berdiri dalam oposisi biner dengan aktivis masjid. yang emoh bersentuhan dengan yang serba duniawi. Aktivis kemanusiaan hanya melulu bersinggungan dengan masalah-masalah manusia, sebaliknya yang “sok Ilahiah” juga merasa “pasti” surga lantaran intim dengan Tuhan dan berjarak dengan detak kehidupan dunia.

Setelah dirasa cukup prosesi pembacaan makalah esai, lanjut dengan pembacaan cerpen Burung Kecil Bersarang di Pohon. Ada continuum kesadaran ketuhanan dengan kesadaran kemanusiaan dalam cerpen tersebut. Serasa penandasan bahwa humanisme teosentris itu sungguh utama.

Pak Kunto melukiskan keadaan seorang imam masjid, yang mahaguru tauhid di sebuah universitas, bersih pakaiannya berjalan melewati pasar hendak menjadi imam dan khatib shalat Jun’at. Berkecamuk dalam benaknya tentang orang-orang pasar yang tak bergegas mengingat Tuhan. Betapa kotornya orang-orang pasar itu.

Namun kemudian ia terhenti, mendengar tangisan seorang anak kecil yang menunjuk-nunjuk ke sebuah pohon dengan burung bercicit. Karena kasihan, si Imam lalu memanjat pohon. Akibatnya, ia tiba di masjid ketika jamaah salat Jumat bubar. Namun anehnya, ia justru merasa telah mendapat pencerahan. Seakan Tuhan telah mengingatkan tentang keutamaan terlibat urusan kemanusiaan. Sang Imam yang kakek tua ini merasa mendapatkan pencerahan bahwa ia tak boleh absen untuk ikut menuntaskan masalah kemanusiaan.

Kesadaran ketuhanan yang transenden mesti berlanjut pada imanensi, kesadaran kemanusiaan. Dan begitu sebaliknya. Ya, demikian yang saya ingat dari RGK, yang sayang seribu sayang, RGK itu kini tak berlanjut.